Page 40 - S Pelabuhan 15.indd
P. 40
kolonial yang seringkali tidak menuliskan peran para pedagang lokal dan Asia dalam
pelayaran dan perdagangan pada masa itu.
Kajian yang menggambarkan dinamika perdagangan masyarakat lokal di Nusantara
dilakukan oleh J.C. van Leur. Dia dianggap sejarawan yang mempelopori kajian
sejarah maritim yang mengkritik cara penulisan historiografi kolonial tentang
sejarah ekonomi di Nusantara. Dalam kumpulan tulisan yang dibukukan setelah
dia meninggal kita dapat membacanya dalam “Indonesian Trade and Society: Essays
in Asian and Economic History” (van Leur 1960). Dalam bukunya itu, dia melihat
perkembangan dari pelayaran dan perdagangan pribumi yang marak selama kekuasaan
VOC berkuasa di Nusantara.
Namun van Leur masih terpengaruh dengan cara pandang bahwa ekonomi Eropa
berkembang dengan baik karena adanya kapitalisme, sedangkan perdagangan pribumi
berekembang secara terbatas.
Kesimpulan dari penelitiannya menunjukkan bahwa kegiatan dan motivasi ekonomi
yang muncul dalam kegiatan pelayaran niaga adalah peddling trade (perdagangan
penjaja). Peddling trade adalah perdagangan dengan kapasitas dan ciri-ciri tertentu.
Pertama-tama perdagangan dilakukan dari satu tempat ke tempat lain, dari pulau
ke pulau, dan dari benua ke benua dengan membawa sejumlah barang dagangan
tertentu yang tidak besar volumenya. Pedagang tersebut mengunjungi satu pelabuhan
ke pelabuhan yang lain sampai barang dagangannya habis. Tidak terdapat sikap
yang menonjol dalam kapitalisme modern, yaitu investasi modal dari keuntungan.
Perbedaan lainnya adalah bahwa barang dagangannya tidak banyak dibandingkan
dengan kapitalisme modern yang menghasilkan komoditas dalam jumlah massal.
Sebab itu tidak mengherankan bahwa barang yang diperdagangkan hanya barang
yang mahal dan mewah. Sementara itu ada sedikit pedagang besar yang didominasi
oleh kaum bangsawan (merchant gentlement.)(Abdullah, ed. 1997, 191).
Dalam uraian selanjutnya van Leur menggambarkan ukuran kapal-kapal layar di
Nusantara yang paling besar berbobot 100 ton, di India sekitar 200 ton, dan di Cina
sekitar 600 ton. Namun secara keseluruhan daya muat semua kapal di Nusantara
diperkirakan 50.000 ton (Abdullah, ed. 1997, 192). Dengan kaca mata Asia sentris van
Leur berupaya mengkritik para sejarawan kolonial yang tidak melihat perdagangan
oleh orang Asia termasuk juga di Nusantara sebagai sesuatu yang otonom yang ada
28
sejak dahulu.