Page 35 - S Pelabuhan 15.indd
P. 35
ATLAS PELABUHAN-PELABUHAN BERSEJARAH DI INDONESIA
Malaka menjadi sangat strategis bagi lalu lintas pelayaran, terutama bagi kota Malaka
yang berdiri sejak awal abad ke-15. Adanya hubungan pelayaran antara Malaka dan
Maluku, menjadikan pelabuhan Malaka menjadi pasar rempah-rempah asal Maluku,
yaitu cengkeh dan pala. Pelabuhan Malaka terus berkembang sebagai penyedia
sarana pelabuhan, peralatan rumah tangga, membentuk lembaga perlindungan bagi
keamanan kapal-kapal asing, penyediaan komoditi dari berbagai wilayah. Di antara
orang asing yang menjadi pedagang dalam jumlah besar adalah penduduk muslim asal
Gujarat dan Calicut. Pedagang Hindu asal Coromandel yang dikenal dengan Keling
juga banyak yang menjadi pedagang yang melayari rute India-Malaka. Menurut Tomé
Pires, antara empat sampai lima ribu pelaut datang dan pergi dari Pelabuhan Malaka.
Para pedagang asal Gujarat inilah yang membawa lada dan rempah-rempah sampai
ke wilayah Timur Tengah dan sekitar Laut Mediterania (Braudel 1991, 526-528).
Ramainya Bandar Malaka membuat banyak para pedagang dari Jawa, Bugis, Makasar,
dan dari daerah lain di Indonesia bagian timur, membawa komoditi asal Maluku
yang sangat laku di pasaran India dan Cina. Namun jangan lupa bahwa pelayaran
ke Maluku mau tidak mau melewati Laut Flores dimana berhimpun beberapa pulau
besar dan kecil, seperti Flores, Alor, Pantar, Timor, dan lain-lain. Dalam beberapa
laporan, produk kayu cendana asal Timor dan juga Sumba sangat laku di pasaran
Cina. Dengan demikian wilayah tersebut sudah tersentuh dinamika pelayaran dan
perdagangan yang sangat ramai.
Kejatuhan Malaka pada tahun 1511 akibat serangan Armada Portugis yang dipimpin
Afonso d’albuquerque, membawa kemunduran bagi Malaka. Banyak para pedagang
Muslim yang mencari persinggahan di tempat lain terutama di pantai timur dan
barat Sumatera dan juga di pesisir utara Jawa. Masuknya bangsa Belanda sejak akhir
abad ke-16 (1596) di Nusantara membawa perubahan yang besar. Pedagang Belanda
dengan segera mendirikan Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) pada tahun
1602 untuk mengkonsolidasikan kekuatan menghadapi para pedagang Eropa lainnya
terutama Inggris dan Portugis (Boxer 1983).
Untuk memantapkan kedudukannya di Hindia Timur, VOC merebut Jayakarta dan
mengganti namanya dengan Batavia pada tahun 1619. Batavia kemudian dijadikan
pusat administrasi bagi jaringan pelayaran dan perdagangannya di Asia. Sejak itu,
23