Page 38 - S Pelabuhan 15.indd
P. 38
Dibangunnya Singapura sebagai pelabuhan membuat pengaruh Inggris dalam
perdagangan di Asia Tenggara meningkat pesat. Antara tahun 1830 sampai akhir
1860-an pelayaran dagang antara Singapura dan pelabuhan-pelabuhan di Nusantara
juga meningkat pesat. Mulai dari perahu-perahu kecil berbobot 20 ton sampai kapal-
kapal yang bermuatan 200 ton terutama dari Makasar, hilir mudik antara Singapura
dan pelabuhan-pelabuhan di luar Pulau Jawa. Rata-rata ada 2000 kapal yang singgah
di Singapura per tahunnya, atau 6 kapal per hari. Dalam periode tersebut jumlah
barang yang diangkut lebih dari 200.000 metrik ton. Pelayaran yang menyinggahi
Singapura itu terdiri atas tiga jenis, yaitu pelayaran jarak jauh dengan wilayah Eropa,
kedua, pelayaran regional Asia Tenggara, dan terakhir pelayaran lokal (Dick, ed. 1999,
97).
Pelabuhan Singapura merupakan pelabuhan yang dipersiapkan secara matang oleh
para pembangunnya sejak 1819, ketika Inggris dan Belanda saling bertukar wilayah,
Inggris melepas Bengkulu dan Belanda memberikan Semenanjung Tanah Melayu.
Pelabuhan Singapura betul-betul dipersiapkan sebagai bandar besar, atau pelabuhan
laut dalam. Kondisi alam pulau yang pantainya berlumpur menjadikan pekerjaan
menggali atau mengeruk lumpur dan menghilangkan batu karang menjadi penting
untuk mendapatkan pelabuhan yang dapat disinggahi kapal-kapal besar, terutama
setelah banyaknya kapal uap yang berlayar ke Singapura (Idris 1995, 23-25).
Pelayaran perahu-perahu Cina juga makin meningkat pada awal abad ke-19, mereka
juga mengganti kapal tradisional mereka, jung, dengan kapal yang bermuatan lebih
besar. Kapal-kapal Cina berdagang di banyak wilayah di Nusantara, terlebih lagi orang
Cina sudah sejak berabad yang lampau menjadi pendatang di Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, dan di kota-kota pelabuhan di Nusantara, jumlah mereka sekitar 135.000
orang atau sepersepuluh dari jumlah orang Cina di Asia Tenggara pada tahun 1880.
Selain itu perahu-perahu tradisional dari berbagai wilayah kepulauan juga ikut
meramaikan perdagangan interregional, meski muatan yang dibawanya kecil namun
jika ditotal sangat besar volume perdagangannya. Mereka melalui jalur pelayaran
dari daerah pinggirann menuju jalur utama pelayaran. Pelayaran perahu ini masih
memainkan peranan yang penting di perairan Indonesia sampai abad ke-20 (Dick,
ed. 1999, 98).
Selain itu peran pedagang Bugis yang berdagang ke Singapura sangat besar, bahkan
26 mereka memiliki kampung yang bernama Kallang di Singapura. Para pedagang lokal
Singapura secara berkala bertransaksi dengan para pedagang Bugis dalam jumlah