Page 49 - e-modul Pendidikan Agama Kristen SMA
P. 49
Ilustrasi:
“Ada orang Inggris, Perancis, Cina, dan Indonesia.Mereka sedang membicarakan sebuah
cangkir. Orang Inggris berkata, ”benda ini adalah ’cup’ ”.Si Perancis menimpali, ”Bukan, ini
adalah ’tasse’.” Si cina tak mau kalah, ”kalian salah, ini adalah ’pei’”. Orang Indonesia
menertawakan ketiganya, ”Sungguh tolol kalian, ini adalah ’cawan’!”Sementara mereka saling
berselisih dan berdebat, Kristian datang, ia menuang air ke dalam cawan tersebut dan minum
darinya, kemudian dia berkata, “Apapun yang kalian namakan benda ini: ’cup’, ’tasse’, ’pei’,
atau ’cawan’, benda ini dibuat untuk digunakan. Berhentilah berdebat. Pakailah benda ini.
Jangan berselisih terus. Hilangkan dahagamu dg menggunakan benda ini!”
Syarat Dialog antaragama agar bisa betul betul emansipatoris & membebaskan:
• Pertama, dialog dilakukan dengan penuh keterbukaan, keterusterangan, keberanian, dan
kejujuran. Dialog antaragama tidak akan emansipatoris jika para peserta tidak
terbuka,menutupi hal-hal tertentu, sehingga dialog yang terjadi akhirnya hanya basa-basi.
• Kedua, dialog disertai kemauan dan iktikad baik untuk saling mendengar dan mengemukakan
pendapat dengan penuh keseimbangan dan kesetaraan.
• Ketiga, dialog disertai kesiapan untuk mengubah pandangan, persepsi, dan tindakan yang
selama ini keliru, dan saling membuka diri untuk menerima kebenaran dari pihak-pihak yang
terlibat dalam dialog.
Jika dialog-dialog antaragama bisa dilakukan sesuai ketiga hal tersebut, maka bisa diharapkan
terciptanya hubungan yang lebih harmonis, penuh toleransi di antara umat beragama yang
berbeda.
Kenyataan ini, sudah barang tentu memaksa kita semua untuk meningkatkan kedewasaan alam
menghadapi perbedaan dan memperluas wawasan paham keagamaan, agar perbedaan tidak
menimbulkan konflik, tetapi merupakan sebagai aset budaya dan politik. Dialog antaragama
tampaknya cukup relevan dan kondusif dalam hal ini.