Page 133 - Beberapa Pemikiran Status Tanah dan Dinamikanya
P. 133

bidang tersebut mutlak menjadi kewenangan Pemerintah pusat.
                Sedangkan kewenangan di bidang pertanahan tidak termasuk di
                dalamnya. Inti persoalannya, seberapa jauh keleluasaan otonomi
                daerah dapat diberikan kepada daerah, agar daerah tersebut dapat
                berfungsi sebagai ”Daerah Otonom” yang mandiri, berdasarkan
                asas demokrasi dan kedaulatan rakyat, tanpa mengganggu
                stabilitas dan keutuhan persatuan/kesatuan bangsa.
                     Selama ini sejarah pada rejim orde lama sampai orde
                baru telah menunjukkan bahwa tidak ada satupun peraturan
                perundang-undangan tentang Pemerintahan yang mencantumkan
                kewenangan urusan pemerintahan di bidang pertanahan masuk
                urusan yang didesentralisasikan kepada Daerah Otonom, namun
                dekonsentralisasi urusan pemerintahan di bidang pertanahan
                itu kepada Kepala Daerah dalam kedudukannya sebagai Kepala
                Wilayah atau memberikan penugasan kepada Pemerintah Daerah
                melalui  medebewind  atau  tugas  pembantuan.  Kondisi  tersebut
                berlangsung sejak UU No. 1 Tahun 1945 sampai dengan UU No.
                5 Tahun 1974. Baru kemudian UU No.22 Tahun 1999 yang secara
                fundamental melakukan perubahan dengan mendesentralisasikan
                urusan pemerintahan di bidang pertanahan sebagai kewenangan
                wajib bagi pemerintah daerah kabupaten/kota, yang selanjutnya
                diikuti oleh UU No.32 Tahun 2004 sampai sekarang. Dengan
                demikian, kewenangan pemerintahan di bidang pertanahan, tidak
                termasuk yang dikecualikan yang oleh undang-undang ditentukan
                sebagai urusan Pemerintah Pusat.
                     Berdasarkan Undang-undang Pokok Agraria (UU No.5
                Tahun 1960), bahwa seluruh bumi, air dan angkasa, termasuk
                kekayaan yang terkandung didalamnya dalam wilayah RI sebagai
                karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa
                bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional” (Pasal 1 ayat
                (2) UU No.5 Tahun 1960). Selanjutnya ditegaskan, bahwa atas
                dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar
                dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal (1) ”bumi, air
                dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung
                didalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh Negara,




                                          118
   128   129   130   131   132   133   134   135   136   137   138