Page 56 - ISLAM DAN AGRARIA TElaah Normatif dan Historis Perjuangan Islam Dalam merombak Ketidakadilan Agraria
P. 56
2. Pengelolaan Tanah
a) Menghidupkan lahan mati (Ihyaul Mawat)
Lahan mati menurut pendapat Imam Syafi’i adalah setiap lahan yang
tempat dan sekelilingnya tidak digarap, dinamakan lahan mati kendati
menyatu dengan lahan yang digarap. Abu hanifah berkata “lahan mati
54
adalah yang jauh dari lahan yang digarap, dan air tidak sampai padanya.”
55
Abu Yusuf berkata “lahan mati adalah setiap lahan tanah, jika seseorang
berdiri di tempat yang paling dekat dengan tanah garapan, kemudian ia
berteriak dengan suara yang sangat keras, maka suaranya tidak didengar
oleh orang paling dekat dengannya di tanah garapan. 56
Pemilik lahan yang bertetanggaan dengan lahan mati mempunyai hak
yang sama dengan orang yang jauh dari padanya dalam menghidupkan
lahan mati tersebut. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Imam
Malik “Pemilik lahan yang bertetanggaan dengan lahan mati lebih berhak
menghidupkannya dari pada orang yang jauh dari padanya.”
Rasulullah saw menyebutkan tentang menghidupkan lahan
mati itu secara global dan bentuknya diserahkan kepada tradisi yang
berlaku di satu tempat. Maka bentuk-bentuk menghidupkan lahan mati
disesuaikan dengan tradisi yang berlaku di tempat tersebut. Al-Mawardi
mengungkapkan bahwa jika ingin menghidupkan lahan mati dengan
menjadikannya sebagai tempat tinggal, maka bentuk menghidupkannya
dengan membangunnya dan memberi atap, karena itulah kesempurnaan
pertama sebuah bangunan tempat tinggal. Sedangkan barang siapa yang
ingin menghidupkannya dengan menanaminya, maka ada tiga syarat
yang harus dipenuhinya;
54. Al-mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyyah, diterjemahkan oleh Fadli Bahri (Bekasi:
Darul Falah, 2014), hlm. 298.
55. Ibid.
56. Ibid, hlm 299.
Perjuangan Agraria dalam Sejarah Islam 39