Page 51 - ISLAM DAN AGRARIA TElaah Normatif dan Historis Perjuangan Islam Dalam merombak Ketidakadilan Agraria
P. 51

tidak menyuruh untuk mencabut tanamannya, akan tetapi memberikan
            alternatif pilihan kepada pemilik tanah.
                Keadilan itu juga terlihat dalam kebijakan beliau terhadap tanah
            mati. Umar bin Abdul Aziz menetapkan bahwa tanah mati akan menjadi
            milik orang-orang yang mengelolanya. Hal itu juga sebagaimana yang
            dilakukan oleh Rasulullah saw dan para sahabat. Sebagaimana riwayat,
            dari Zuraiq bin Hakim, ia berkata,
                 “Aku telah membacakan surat Umar bin Abdul Aziz di hadapan
                 ayahku. Isi surat adalah, ‘Barang siapa yang mengelola tanah
                 kosong (mawat) seperti mendirikan bangunan atau bercocok
                 tanam, selama bukan harta orang lain, maka hasil penjualannya
                 menjadi hak milik harta mereka. Atau, mereka mengelola sebagian
                 tanah orang lain, maka berikanlah biaya pengelolaan itu kepada
                 orang yang mengelolanya, baik dari segi bangunanya ataupun
                 tanamannya.” 50
                Surat dari khalifah tersebut menunjukkan penafsiran dari sistem
            pengelolaan tanah kosong (ihyaul mawat), yaitu dengan menanam dan
            membangunnya. Dapat diperhatikan bahwa telah terjadi perkembangan,
            dimana pada masa sebelumnya pengelolaan lahan mati hanya dengan
            pengairan dan dengan menanaminya. Sementara pada masa Umar bin
            Abdul Aziz ini menghidupkan lahan mati juga bisa dilakukan dengan
            mendirikan bangunan di atasnya.
                Kebijakan senada juga dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz atas
            permasalahan mengatasi air dalam mengelola tanah. Ia menyatakan,
            “Barang siapa yang bisa mengatasi air untuk mengelola tanahnya,
            maka ia telah menjadi hak miliknya.” Dari pernyataan itu, Abu Ubaid
            menjelaskan bahwa suatu tanah yang digenangi air, kemudian ia dapat
            mengatasinya dengan membuat saluran, sehingga ia dapat bertempat


            50.  Abu Ubaid Al-Qasim, Kitab Al-Amwal, diterjemahkan oleh Setiawan Budi Utomo
               (Jakarta: Gema Insani, 2006), hlm. 377.

            34                                           Islam dan Agraria
   46   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56