Page 132 - Level B1_Isi APa yang lebih seru? SIBI.indd
P. 132

Aku mengangguk setuju. Paling tidak, Mama harus                            dengan marah pada orang lain? Cukup Mama ucapkan
             menegur orang itu. Atau, sekalian saja memblokirnya.                           terima kasih, dan Mama tetap berbahagia,” ujar Mama.
             Hih, aku jadi gemas sendiri. Rasanya ingin sekali bertanya
                                                                                                “Tapi komentar itu menyakiti hati, Tante. Kalau kita
             pada Mama, mengapa Mama tidak marah dan membalas.
                                                                                            biarkan saja, nanti dia semakin berulah,” sahut Gendhis.
             Namun, Mama masih ke rumah tetangga sebelah
                                                                                            Matanya terlihat berkaca-kaca.
             mengantar hasil panen rambutan kami.
                                                                                                Kurasa, Gendhis tidak sedang membicarakan orang
                 “Assalamualaikum, wah ada teman-teman Faben.
                                                                                            yang mengomentari unggahan Mama.
             Kalian mau rambutan? Tante punya banyak, nih!” tiba-
             tiba Mama muncul dari pintu.                                                       Mama melirikku seolah mengatakan bahwa Mama
                                                                                            mengerti apa yang Gendhis maksud. “Gendhis, kita
                 “Waalaikum salaam, Tante,” sahut Wira dan Gendhis
                                                                                            tak bisa mengendalikan orang lain. Mereka mau bicara
             kompak. Tanpa menunggu tawaran kedua, mereka
                                                                                            kasar, jahat, memaki seenaknya, kita tak bisa mengubah
             langsung pindah ke teras dan duduk bersama Mama
                                                                                            mereka. Yang bisa mengubah mereka adalah diri mereka
             makan rambutan.
                                                                                            sendiri,” Mama menggenggam tangan Gendhis yang
                 Mama tertawa melihat betapa lahapnya mereka                                terlihat menunduk dan menahan tangisnya.
             makan. Sesekali, Gendhis berteriak karena bibirnya
                                                                                                Mama melanjutkan perkataannya, “Siapa yang
             digigit semut.                                                                     kendalik    KIT    Jang
                 Aku duduk di sebelah Mama. “Ma, kami membaca                               memiliki hati yang marah dan gelisah karena ulah orang
             komentar ini dan merasa heran. Mengapa Mama malah                              lain. Kendalikan diri kita, isi hati kita dengan hal-hal baik.”
             berterima kasih?” tanyaku.
                                                                                                Gendhis mendongak, memandang Mama. “Berarti,
                 “Iya, Tante. Kalau Gendhis jadi Tante, wah sudah                           tak boleh menyimpan dendam di hati?”
             Gendhis balas tuh omongannya. Orang seperti itu harus
                                                                                                Mama mengelus kepala Gendhis. “Tidak ada yang
             diberi pelajaran!” sahut Gendhis berapi-api. Sementara                         bisa melarangmu, tetapi apa kamu seumur hidup mau
               Wir      meng  semut  y
                                                                                            mendendam pada orang yang bahkan tak memikirkanmu?
             semakin gila merajai teras rumahku.
                                                                                            Rugi, dong!” Mama berusaha mencandai Gendhis.
                 Mama tersenyum dan memandangi kami lekat-lekat.
                                                                                                Gendhis terdiam. Tatapannya yang redup tadi mulai
             “Mengapa harus memelihara amarah di hati? Mengapa
                                                                                            berubah. Kini, ada setitik cahaya di sana. “Benar juga,
             harus mendendam? Mengapa harus merusak harimu







             124      Misteri Drumben Tengah Malam                                                                       Bab 16 Memaafkan  125
   127   128   129   130   131   132   133   134   135   136   137