Page 127 - Level B1_Isi APa yang lebih seru? SIBI.indd
P. 127

“Ayolah, Ndhis. Kita tinggal selangkah lagi lulus.  “Coba bilang saja dengan jujur bahwa kamu ingin
 Jangan kau buang kesempatan itu. Aku mengenalmu  fokus dulu pada ujianmu. Kurasa mereka akan mengerti.
 sebagai anak yang kuat, pemimpin yang hebat, mengapa   Mungkin kemarin mereka setuju untuk memberimu
 kamu mendadak seperti ini?” tanyaku kesal.   pekerjaan karena hendak menolongmu yang butuh
               uang?    Wir
 Gendhis terdiam, keningnya berlipat-lipat seperti
 rimpel rok seragam sekolah kami.   W  w    biasa      k    Wir  puny
               usul bijaksana. Tumben!
 “Kamu masih dapat uang PIP, kan?” tanyaku.
                   Gendhis  mengangguk  lagi.  Wajahnya  sudah  tidak
 Gendhis mengangguk, tetapi dia pesimis bisa
 mengamankan uang itu dari bapaknya. “Kamu masih  terlalu  mendung.  Dia  malah  memandangiku  dan  Wira
               bergantian, lalu tersenyum.
 ingat waktu bapakku merampas uang itu, kan?” ujarnya.
                   “Kalian ini cowok, tetapi tidak seperti bapakku. Aku
 “Mengapa tidak kamu titipkan saja uang itu pada Bu
 Anis?” tanya Wira.   benci bapakku, tetapi aku tidak bisa membenci kalian.
               Kalian baik,” ucapnya dengan senyum yang menunjukkan
 Wah, ide cemerlang! Aku memandangi Wira dengan   lesung pipinya.
 takjub. Tumben Wira punya usul. Biasanya dia diam seribu
 bahasa jika dimintai pendapat.    Aku  dan  Wira  nyengir  berbarengan.  Dipuji  Gendhis
               adalah sesuatu hal yang langka. Biasanya hanya omelan
 “Titip pada Bu Anis, dan bilang pada beliau uang itu   dan gerutuan yang kami terima dari dia.
 untuk membayar biaya-biaya yang harus kamu keluarkan
 selama ujian praktik,” kata Wira.   “Mau sampai kapan kamu membenci bapakmu?”
               tiba  terc  pertany    Wira.
 “Nanti aku usul juga pada Bu Anis agar kita bebas
 menentukan kelompok saat ujian praktik nanti. Kalau kita   T  terang  ak  terk  Wir  ber  sek
               menanyakan hal itu. Gendhis bisa murka.
 sekelompok, nanti kita membuat sesuatu yang berbahan
 murah saja. Tidak perlu mahal-mahal,” imbuhku.   “Selamanya, kecuali dia berubah,” sahut Gendhis
               mantap. Sorot matanya yang tajam saat mengatakan itu
 Gendhis mengangguk.
               membuat bulu kudukku meremang.
 Aku lega. Namun, kata Gendhis bagaimana dengan
   Wiry            t
 mereka.







 118  Misteri Drumben Tengah Malam      Bab 15 Tahun yang Sibuk  119
   122   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132