Page 126 - Level B1_Isi APa yang lebih seru? SIBI.indd
P. 126

“Ayolah, Ndhis. Kita tinggal selangkah lagi lulus.                             “Coba bilang saja dengan jujur bahwa kamu ingin
             Jangan kau buang kesempatan itu. Aku mengenalmu                                fokus dulu pada ujianmu. Kurasa mereka akan mengerti.
             sebagai anak yang kuat, pemimpin yang hebat, mengapa                           Mungkin kemarin mereka setuju untuk memberimu
             kamu mendadak seperti ini?” tanyaku kesal.                                     pekerjaan karena hendak menolongmu yang butuh
                                                                                            uang?    Wir
                 Gendhis terdiam, keningnya berlipat-lipat seperti
             rimpel rok seragam sekolah kami.                                                   W  w    biasa      k    Wir  puny
                                                                                            usul bijaksana. Tumben!
                 “Kamu masih dapat uang PIP, kan?” tanyaku.
                                                                                                Gendhis  mengangguk  lagi.  Wajahnya  sudah  tidak
                 Gendhis mengangguk, tetapi dia pesimis bisa
             mengamankan uang itu dari bapaknya. “Kamu masih                                terlalu  mendung.  Dia  malah  memandangiku  dan  Wira
                                                                                            bergantian, lalu tersenyum.
             ingat waktu bapakku merampas uang itu, kan?” ujarnya.
                                                                                                “Kalian ini cowok, tetapi tidak seperti bapakku. Aku
                 “Mengapa tidak kamu titipkan saja uang itu pada Bu
             Anis?” tanya Wira.                                                             benci bapakku, tetapi aku tidak bisa membenci kalian.
                                                                                            Kalian baik,” ucapnya dengan senyum yang menunjukkan
                 Wah, ide cemerlang! Aku memandangi Wira dengan                             lesung pipinya.
             takjub. Tumben Wira punya usul. Biasanya dia diam seribu
             bahasa jika dimintai pendapat.                                                     Aku  dan  Wira  nyengir  berbarengan.  Dipuji  Gendhis
                                                                                            adalah sesuatu hal yang langka. Biasanya hanya omelan
                 “Titip pada Bu Anis, dan bilang pada beliau uang itu                       dan gerutuan yang kami terima dari dia.
             untuk membayar biaya-biaya yang harus kamu keluarkan
             selama ujian praktik,” kata Wira.                                                  “Mau sampai kapan kamu membenci bapakmu?”
                                                                                            tiba  terc  pertany    Wira.
                 “Nanti aku usul juga pada Bu Anis agar kita bebas
             menentukan kelompok saat ujian praktik nanti. Kalau kita                           T  terang  ak  terk  Wir  ber  sek
                                                                                            menanyakan hal itu. Gendhis bisa murka.
             sekelompok, nanti kita membuat sesuatu yang berbahan
             murah saja. Tidak perlu mahal-mahal,” imbuhku.                                     “Selamanya, kecuali dia berubah,” sahut Gendhis
                                                                                            mantap. Sorot matanya yang tajam saat mengatakan itu
                 Gendhis mengangguk.
                                                                                            membuat bulu kudukku meremang.
                 Aku lega. Namun, kata Gendhis bagaimana dengan
               Wiry            t
             mereka.







             118      Misteri Drumben Tengah Malam                                                                   Bab 15 Tahun yang Sibuk  119
   121   122   123   124   125   126   127   128   129   130   131