Page 131 - Level B1_Isi APa yang lebih seru? SIBI.indd
P. 131

“Hei,  ini  mamamu,  kan?”  tanya  Wira  sambil   dengan gesit Gendhis mencari nama orang itu di kolom
 menunjukkan video Mama yang sedang memainkan lagu   pencarian. Ketemu!

 Romance de Amor, lagu yang amat sering Mama mainkan
                   Dari foto-foto di media sosialnya, sepertinya orang
 sejak aku kecil.
               itu tinggal di kota besar. Dia juga berfoto dengan moge
 “Mana, mana?” tanya Gendhis bersemangat. Dia  alias motor gede yang harganya ratusan juta rupiah.
   meng      tang  Wira
                   Gendhis mengusap wajahnya dengan kasar, napasnya
 permainan gitar Mama dengan wajah takjub.
               menderu. “Ini tipe orang seperti bapakku. Kasar, suka
 Aku tak bisa menahan rasa banggaku saat melihat  mencela, dan tidak peduli perasaan orang lain. Hih, sini
 ratusan komentar di sana. Perlahan-lahan aku menggulir   aku saja yang membalas komennya!” Gendhis segera
 layar ke bawah untuk melihat semua komentar. Rata-rata   menggerakkan jemarinya di layar ponsel. Namun, tiba-
 isinya pujian, tetapi … hei, siapa ini? Kurang ajar sekali!  tiba Gendhis berhenti mengetik.
 Berani-beraninya dia berkomentar seperti itu pada Mama.
                   “Ini sudah ada komentar balasan dari mamamu,”
 Permainannya jelek, kasar, kotor. Padahal katanya  katanya.
 guru gitar. Jangan-jangan guru palsu? Shame on you,
                   Oh? Aku jadi penasaran. Apa jawaban Mama, ya?
 Madam!
               Mengapa Mama tak pernah bercerita padaku kalau beliau
 Dadaku bergemuruh hebat, wajahku memanas.  mendapat komentar buruk seperti ini? Aku bergegas
 Orang ini sungguh tak punya sopan santun. Mamaku  membaca layar ponsel yang diacungkan Gendhis ke
 adalah guru gitar berpengalaman. Mama sudah main gitar   wajahku.
 sejak SD. Berani-beraninya dia bilang bahwa permainan
                   “Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk
 Mama jelek?
               menonton dan memberikan komentar. Semoga ke
 “Ben, kamu tidak apa-apa?” Gendhis memandangiku   depannya permainan gitar saya bisa semakin menghibur”
 dengan khawatir.   Aku,  Gendhis,  dan  Wira  saling  berpandangan.
 Wira  lalu  mengambil  ponsel  dari  tanganku  dan   Mengapa Mama tidak marah? Mengapa Mama malah

 melihat apa yang kubaca tadi. “Hooo, bocah sedeng! Asal   berterima kasih? Ah, ini tidak bisa dibiarkan.
 ngomong saja dia. Ayo kita balas komennya,” ajak Wira.
                   “Orang jahat ya harus kita balas jahat,” geram
 “Ya, orang seperti ini tak bisa dibiarkan. Harus kita  Gendhis.
 balas    ak  c      proilny    ak  dia,







 122  Misteri Drumben Tengah Malam          Bab 16 Memaafkan  123
   126   127   128   129   130   131   132   133   134   135   136