Page 133 - Level B1_Isi APa yang lebih seru? SIBI.indd
P. 133

Aku mengangguk setuju. Paling tidak, Mama harus  dengan marah pada orang lain? Cukup Mama ucapkan
 menegur orang itu. Atau, sekalian saja memblokirnya.  terima kasih, dan Mama tetap berbahagia,” ujar Mama.
 Hih, aku jadi gemas sendiri. Rasanya ingin sekali bertanya
                   “Tapi komentar itu menyakiti hati, Tante. Kalau kita
 pada Mama, mengapa Mama tidak marah dan membalas.
               biarkan saja, nanti dia semakin berulah,” sahut Gendhis.
 Namun, Mama masih ke rumah tetangga sebelah
               Matanya terlihat berkaca-kaca.
 mengantar hasil panen rambutan kami.
                   Kurasa, Gendhis tidak sedang membicarakan orang
 “Assalamualaikum, wah ada teman-teman Faben.
               yang mengomentari unggahan Mama.
 Kalian mau rambutan? Tante punya banyak, nih!” tiba-
 tiba Mama muncul dari pintu.    Mama melirikku seolah mengatakan bahwa Mama
               mengerti apa yang Gendhis maksud. “Gendhis, kita
 “Waalaikum salaam, Tante,” sahut Wira dan Gendhis
               tak bisa mengendalikan orang lain. Mereka mau bicara
 kompak. Tanpa menunggu tawaran kedua, mereka
               kasar, jahat, memaki seenaknya, kita tak bisa mengubah
 langsung pindah ke teras dan duduk bersama Mama
               mereka. Yang bisa mengubah mereka adalah diri mereka
 makan rambutan.
               sendiri,” Mama menggenggam tangan Gendhis yang
 Mama tertawa melihat betapa lahapnya mereka  terlihat menunduk dan menahan tangisnya.
 makan. Sesekali, Gendhis berteriak karena bibirnya
                   Mama melanjutkan perkataannya, “Siapa yang
 digigit semut.       kendalik    KIT    Jang
 Aku duduk di sebelah Mama. “Ma, kami membaca  memiliki hati yang marah dan gelisah karena ulah orang
 komentar ini dan merasa heran. Mengapa Mama malah  lain. Kendalikan diri kita, isi hati kita dengan hal-hal baik.”
 berterima kasih?” tanyaku.
                   Gendhis mendongak, memandang Mama. “Berarti,
 “Iya, Tante. Kalau Gendhis jadi Tante, wah sudah  tak boleh menyimpan dendam di hati?”
 Gendhis balas tuh omongannya. Orang seperti itu harus
                   Mama mengelus kepala Gendhis. “Tidak ada yang
 diberi pelajaran!” sahut Gendhis berapi-api. Sementara  bisa melarangmu, tetapi apa kamu seumur hidup mau
   Wir      meng  semut  y
               mendendam pada orang yang bahkan tak memikirkanmu?
 semakin gila merajai teras rumahku.
               Rugi, dong!” Mama berusaha mencandai Gendhis.
 Mama tersenyum dan memandangi kami lekat-lekat.
                   Gendhis terdiam. Tatapannya yang redup tadi mulai
 “Mengapa harus memelihara amarah di hati? Mengapa
               berubah. Kini, ada setitik cahaya di sana. “Benar juga,
 harus mendendam? Mengapa harus merusak harimu







 124  Misteri Drumben Tengah Malam          Bab 16 Memaafkan  125
   128   129   130   131   132   133   134   135   136   137   138