Page 29 - Level B1_Isi APa yang lebih seru? SIBI.indd
P. 29
“Nah, gitu dong. Ada uang, ada keberanian,” kata “Tutup ya tutup!” sentak Jalu meluapkan emosi,
Ijad tetap cuek. Jalu sebal melihat senyum Ijad yang sambil beranjak dari tempat duduknya. Tanpa ba bi bu, Jalu
lebar, penuh kemenangan. meninggalkan warung Ijad yang sudah setengah tutup.
Namun, alam semesta seolah tak mendukungnya. Jalu sempat melihat kepala Ijad mendongak,
Sejak tiga puluh menit yang lalu, nada ponsel Abah seperti orang bingung. Namun Jalu tak peduli. Dia
tidak menunjukkan telah terhubung. Keterangan di melangkah maju.
layarnya juga hanya tertulis memanggil. “Eh, mau ke mana?” Ijad releks menghalangi
“Ke mana sih? Abah baik-baik saja kan?” gerutu langkah Jalu.
dari mulut Jalu terus mengalir, seiring rasa kesal yang “Apa lagi? Katanya mau tutup?” Jalu tidak
makin tinggi. mengurangi emosinya.
“Yah, IDK! Kocak, nih anak!” seletuk Ijad seolah “Eeeh, tunggu saya. Saya tutup dulu, Sob!” pinta
seorang naravlog. Ijad sambil terbirit-birit mengunci pintu warung yang
“Ya kalau enggak tahu kenapa jawab?” sergah Jalu. sudah setengah tertutup.
Urat-urat di lehernya terlihat seperti kabel yang mencuat. Jalu menoleh kembali, tak mengerti maksud Ijad.
“Santai, Bos! Ari, Kamu marah-marah terus dari tadi. Rumah mereka kan berlawanan?
Bikin enggak konsen aja. Sabar dong. Sesabar saya yang “Antar pulang, ya?” pinta Ijad, merengek.
menunggumu enggak pulang-pulang. Jadi gimana, nih?”
tutur Ijad tanpa mengurangi fokus pada layar ponselnya. Mata Jalu membesar. “Eh, kenapa?”
“Takut, euy.” ucap Ijad.
Raut Jalu makin ketus. Emosinya tak kunjung
surut, mengalahkan rasa khawatir yang juga sempat “Idih.” kata Jalu sambil mempercepat langkahnya.
menyapa. Embusan udara berkali-kali dihela dari “Jurig kan takut sama putra mahkota,” sahut Ijad.
paru-paru, tetapi hanya sedikit rasa lega yang menyapa “Jangan bikin gosip!,” titah Jalu. Hati Jalu lumer.
saluran pernapasannya. Sebaris pesan dikirimkan;
“Itu, kakimu enggak papa?” tanya Ijad berjalan
setelah menekan perasaannya dengan berbagai cara: sejajar dengan Jalu.
Abah baik-baik saja, kan?, tulis Jalu dalam pesan
teks. Jalu melirik ke kaki kanannya yang tadi terperosok
ke dalam genangan air. Rasa ngilu masih terasa.
Tangannya memesan tombol kirim. Selesai. Namun, dia berusaha mengabaikannya.
20 Mengejar Cobaan Pertama 21
Bab 2
Haruto