Page 24 - Level B1_Isi APa yang lebih seru? SIBI.indd
P. 24

“Lebai. Seperti tak pernah belajar adat saja. Ngaraksa                          “Santai,  Bro!  Kaget,  tahu!”  kata  Ijad  dari  dalam



            sasaka  pusaka  bhuana.  Rumah, lingkungan, dan semua                           warung.  Jalu  sempat  melirik  saat  Ijad  terlonjak  dari







            isi alam semesta ini bukan milik kita sendiri.  Harus                           tempat duduknya. Namun, Jalu memilih tetap cuek.



            diwariskan ke  anak cucu.  Nikmati saja, lah!”  Utari                               Ijad  adik  kelas  Jalu  di  sekolah.  Meski  begitu,

            menimpali sambil menggeleng-gelengkan kepala.



                                                                                            mereka  seumuran.  Meski  sudah  SMP,  namun  badan
                “Huh! Zaman  sudah  berubah, kita listrik masih                             Ijad masih seperti anak berusia tujuh tahun. Padahal,




            nyewa,”  ketus  Jalu  sambil memotong  perkataan Utari.                         badannya tampak lebih kekar dibanding Jalu.



                Ulu  hati Jalu  berdesir, tak nyaman.  Namun,                                   Orang  tua  Ijad  adalah  pemilik  warung  yang





            gengsinya menolak semua perasaan bersalah.  Jalu  tahu                          menyewakan  colokan  listrik,  menjual  pulsa,  sekaligus





            protesnya keterlaluan dan tak sepantasnya.  Pamali, kata                        beberapa  penganan  ringan.  Sejujurnya,  Jalu  tak

            kampung  halamannya.                                                            menyukai warung itu. Warung itu menjual semuanya

                Ketiadaan listrik di Kampung  Naga bukan                                    dengan  harga  lebih  mahal  dibanding  warung  lainnya.



            karena    tempat   tinggalnya    terpencil,    melainkan                        Ya,  meski  Jalu  harus  berjalan  lebih  jauh  dan  menaiki

            karena aturan adat  yang  menghendaki.  Kampung                                 tangga, tetapi setidaknya, tidak terlalu menguras banyak



            Naga masih  ingin menjaga kemurnian tradisi,                                    uang. Kalau saja dia tidak buru-buru karena hari makin







            meski tak menolak perubahan zaman.  Namun, rasa                                 sore, dia tidak akan mau mampir ke warung ini.


            dongkol berkepanjangan membuat  Jalu  sombong

            untuk mengalahkan perasaan tersiksa akibat  tidak                                   “Huh,  kumaha  sih?  Masa  tidak  ada  sinyal  sih?”



            berfungsinya alat  komunikasi di genggamannya.  Untuk                           Jalu  menggerutu  sambil  berdiri  dari  posisi  semula.




            pertama kalinya, sebersit  keinginan melintas  di dalam                         Tungkainya kini mondar-mandir tak tentu arah. Jalu tak





            hati Jalu:  meninggalkan Kampung  Naga.                                         peduli pada Ijad yang tampak masam karena terganggu
                                                                                            sikapnya. Dia masih ingin memuaskan emosinya.
                                    ***                                                         “Balik gih. Mau tutup, nih,” perintah Ijad.
            Buk!                                                                                Mata Jalu melotot, seolah mau copot. Hatinya yang
                Jalu  menjatuhkan  tungkainya  ke  balai-balai                              panas makin kesal. Namun, Ijad terlihat tetap khusyuk
            warung  milik  Ijad.  Tangan  kirinya  menarik  ikat                            memandangi layar ponsel di tangannya.
            kepala  yang  dipasang  di  jidatnya  dengan  kasar,  lalu
            melemparkannya begitu saja. Sementara matanya yang                                  Jalu  memilih  tak  menanggapi.  Hatinya  masih
            tajam tak pernah lepas dari layar ponsel.                                       kental  dengan  rasa  kesal.  Setelah  hujan  reda  sore
            16        Mengejar                                                                                             Cobaan Pertama  17
                                                                                                                                  Bab 2
                      Haruto
   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29