Page 65 - Level B1_Isi APa yang lebih seru? SIBI.indd
P. 65
berbintik-bintik seperti kulit jeruk. Dia segera menyebutnya warga Sanaga. Namun, toko-toko itu
menyelesaikan ritual paginya setelah seluruh tidak menyewakan colokan listrik, seperti toko milik
badannya dilumuri leuleuer, sabun tradisional ala Ijad, yang berada di dekat bantaran Sungai Ciwulan.
Kampung Naga.
Kampung Naga di pagi hari sangat asyik dinikmati
“Mbu, berangkat dulu,” pamit Jalu, setengah dengan berjalan santai. Udaranya yang bersih, suara
berlari. ayam yang mencari makan, serta suara alu dan lesung
Dari Kampung Naga ke sekolah, ada tangga yang yang beradu, menjadi musik alam. Warna hijau
terbuat dari batu dan semen. Tangga itu sebetulnya mendominasi pemandangan, selain biru langit, serta
tidak hanya menghubungkan Kampung Naga dan hamparan batu-batu kali.
sekolah, tetapi juga menghubungkan Kampung Naga Biasanya Jalu melakukannya setiap pagi. Dia berjalan
ke tempat lainnya. Ini karena Kampung Naga berada di begitu santai, sampai-sampai sering terlambat masuk
tengah-tengah lembah. Kampung Naga seolah berada kelas. Namun, tidak untuk kali ini. Langkah santai yang
di dasar mangkok. biasa dilakukannya berubah secepat kilat. Dia tidak takut
Jalu ingat cerita Abah. Katanya, tangga itu dulunya telat masuk kelas. Dia hanya ingin menceritakan idenya
terbuat dari campuran antara sabut kelapa dan bambu. pada sekutu bisnisnya, Ijad. Namun, saat di jalan, dia
Ini membuat telapak kaki penduduk tidak sakit, malah bertemu sepupunya, Utari.
meskipun tidak menggunakan alas kaki. Namun, sejak Jalu dan Utari seumuran. Mereka bahkan teman
dulu, tangga itu memiliki 444 anak tangga, yang harus sekelas. Kulit Utari sangat bersih, mewarisi warna
ditapaki setiap kali akan keluar dari Kampung Naga. kulit ibunya, Uwak Srimidarita. Akibatnya, Jalu
Tangga itu tak jauh dari Sungai Ciwulan. Di sering melihat pipi Utari memerah saat kepanasan.
bagian bawah tangga, sawah terbentang menjadi Rambutnya keriting mengembang menjadi ciri khas.
pemandangan. Namun, makin ke atas, makin banyak Utari mudah dikenali meski dari belakang.
rumah ataupun toko oleh-oleh yang seolah-olah “Ut,” panggil Jalu sesampai di anak tangga pertama.
menjadi pagarnya. Toko-toko itu, sebagian besar Napas Jalu tersengal.
dimiliki oleh warga Kampung Naga yang sudah tidak “Bagi duit, atuh. Acis,acis,” kata Jalu, malu-malu.
tinggal di Kampung Naga. Meski demikian, mereka
tetap taat pada aturan adat Kampung Naga. Mereka
56 Mengejar Jalur Mandiri 57
Bab 6
Haruto