Page 6 - CERPEN_Ainun Naim_SMPIT NURUL ILMI JAMBI
P. 6

“Hewan buruan apa yang kalian masak ini ?” Tanya ku kepada seorang bapak yang membawa

               daging hewan buruan tadi.
               “Itu namonyo babi hutan “ jawab bapak itu, aku pun terkejut. Aku tidak boleh memakan ini, karna

               takut aku melukai hati mereka, aku pun memberikan daging ku kepada anak kecil yang duduk di
               sebelahku.

               “Ini untuk kamu, makanlah aku sudah kenyang” ucapku memberikan sepotong daging babi kepada

               anak kecil yang berada di sebelahku.
               Tak lama kemudian, anak kecil disebelahku muntah muntah dan badannya lemas. Orang tuanya

               sangat khawatir, lalu marah kepadaku.
               “Kau ngasih apo ke anak awak?” ucap ibu dari anak itu

               “Saya nggak kasih apa-apa kok, Bu” jawabku menunduk, yang takut akan nada suara ibu itu.

               “Kalau kau nggak ngapo ngapoin, ngapo dio macam ni habis kau ngasih makan anak awak” jawab
               bapak dari anak kecil itu.

               “Kalau memang saya yang membuat nya sakit, kenapa kalian yang memakannya tidak muntah
               juga? Bukankah makanan kita sama?” jawabku menitikkan air mata lalu pergi ke rumah bu Siti

               dan menenangkan diri.
                                                                              ***

               Aku merebahkan diri di atas tikar yang mereka sediakan, tikar yang terbuat dari rotan bambu dan

               bantal yang bersarung kain.
               Kupejamkan  mataku,  tak  terasa  air  mata  mengalir  di  pipi.  Aku  merindukan  keluargaku  dan

               sahabatku Raesha. Aku tak nyaman untuk berada di sini untuk terus menerus, aku takut jika aku
               berbuat hal yang biasa ku lakukan akan menganggu mereka.

               Aku tidak tahu kondisi Raesha saat ini bagaimana, aku sangat jahat meninggalkan nya sendiri.

               Apakah dia tetap menjalankan perjalanannya atau tidak.
               Karena ingin menenangi hatiku, aku melaksanakan shalat. Kulihat jam yang kupakai di tangan saat

               ini, sudah menunjukkan pukul 8 malam. Setelah shalat, aku pun tilawah untuk menenangkan diri
               lalu aku tertidur di sajadah.

               Pagi pun tiba, tak terasa sudah 1 hari ku lewati di pemukiman Suku Anak Dalam ini. Rasanya

               sangat sedih, aku bukanlah orang yang seasing itu untuk mereka terima dan mereka prasangka
               jahat.
   1   2   3   4   5   6   7   8