Page 136 - THAGA 2024
P. 136
“Rin, alamat tinggalmu di mana? Biar aku anter saja. Biar
bisa istirahat layak. Oiya ini kanelbullernya di maem saja, ya!
Buat isi perutmu, biar gak masuk angin. Sekalian kalo gak
keberatan bisa minta tolong suapin? Agak laper nie.” Kutatap
matanya senang.
Perjalanan malam menuju kediaman Rina berlangsung
singkat. Komposisi album Egha de Latoya menemani sepanjang
perjalanan malam kami. Lagu Buih Jadi Permadani menjajadi
pesan alam bawah sadar untuk Rina. Dari jalan Soekarno
Hatta, aku masuk melewati gate apartemen Menara Soekarno
Hatta yang masih satu gedung dengan Everyday Smart Hotel
Malang, selanjutnya aku memarkirkan kendaraan di basement.
Dan di lantai 8 bangunan megah dekat jembatan Suhat yang
warna warni itu, gadis ayu selembut puisi ini tinggal. Aku coba
mengingat memori tentang desas desus apartemen seberang
kampus biru Malang yang merupakan surga bagi para pelaku,
penikmat, dan pecinta prostitusi kelas menengah ke atas. Aku
menyebut kelas itu sebab harga yang ditawarkan pun cukup
menguras kantong. Taksiran di angka 500 ribu hingga 3 juta
sebagai harga yang dipatok para perempuan pekerja di sana.
Apa Rina salah satunya? Segera kutepis prasangka buruk itu
“Sayang, terimakasih, ya, hari ini udah buat Rina bahagia,”
ucapnya dengan nada lembut dan mata sendu. Tiba-tiba ,
sebuah kecupan mendarat di pipiku seiring kedua tangan
halus yang melingkar di bahu. “Terimakasih sudah hargai Rina
sebagai wanita.”
Mataku nanar, panggilan sayangnya terlalu merdu. “Rin
tolong di mobil saja dulu. Biar aku yang keluar dulu. Aku bakal
jalan ke arah Indomaret point. Nanti kalo aku sudah masuk,
baru kamu tinggalin mobil. Aku gak mau ada kata perpisahan.
Tinggalkan aku begitu saja lebih baik buat aku biar gak tersiksa
128 THAGA
GALGARA