Page 207 - THAGA 2024
P. 207

menggariskan  senyum  miris  yang  menyungging  di  sudut
              bibirnya.  Setelahnya  darahku  berdesir  dibuatnya,  kepalanya
              direbahkan pada bahuku. Semerbak aroma parfum bunga lili
              yang aku kenali menyeruak ke dalam indra penciumanku.
                  Matahari  mulai  menerik  memendekkan  bayang-bayang.
              Kami sudah duduk di kedai bakso Malang President di pinggir rel
              kereta kawasan jalan Batanghari. Bakso adalah makanan yang
              melegenda  asal  Malang  yang  hampir  bisa  dicicipi  di  pelosok
              Nusantara, di sini kami akan mencicipi di tempat kelahirannya.
              Memang  masih  banyak  bakso  lainnya  sebut  saja  bakso  Cak
              Kar, bakso Tutus, bakso Kota Cak Man, bakso Prima, bakso
              Gun Malang, bakso Damas, dan masih banyak lagi tapi kami
              memilih kedai ini karena ingin membeli suasana. Berdiri sejak
              1977, keunikannya ada pada letaknya yang berada disamping
              rel  kereta  api  aktif  Surabaya-Malang.  Kedai  ini  juga  menjadi
              tempat langganan para artis ibukota dan pejabat negara, terbukti
              dengan  banyaknya  tempelan  foto  mereka  yang  berkunjung
              pada dinding kedai.
                  Kami mencecap kuah bakso yang gurih sambil menggigit
              setusuk bakso bakar yang mengkilat kehitaman andalan kedai
              ini. Larut dalam kenikmatan indra pencecap, mendadak lantai
              bergetar hebat dan gerungan suara mesin semakin mendekat.
              Ular  besi  Commuter  Line  Tumapel  dari  arah  utara  melintas
              menyeret angin dan bunyian yang membuat hati jerih. Nabila
              sampai menutup telinga kala mendengar suaranya.
                  “Wuih  ...  deg-degan,  ya,  Mas  rasanya.  Kenceng  banget,
              loh,  suaranya.”  Sorot  matanya  menatap  sepasang  lelaki  dan
              perempuan tua yang sedang berjalan melintas rel menuju kedai.
              “Mas kayaknya kita harus segera pergi, deh.” Belum juga aku
              menandaskan es jeruk di gelas. Tangannya sudah menyambar
              cepat tanganku. “Udah ayok, Mas Gal buruan!! Minumnya di

                                                              THAGA      199
                                                                GALGARA
   202   203   204   205   206   207   208   209   210   211   212