Page 210 - THAGA 2024
P. 210
Gimana kalo aku tunggu kamu di Tong Tji saja, ya, biar kamu
bisa leluasa,” ujarku beralasan.
“Mas Gal gak papa saya tinggal sendiri? Saya agak lama,
loh Mas. Banyak yang mau saya beli.”
“Justru itu. Biar kamu bisa santai belanjanya.”
“Oke, Mas Gal. Nanti kabari, ya, kalau Mas Gal pindah atau
ke mana!” ucapnya antusias. Rekahan senyum manis terjalin di
bibirnya.
Tak terasa waktu melesat begitu cepat. Hingga Nabila
kembali dengan berbagai kantong belanjaannya, aku tetap tak
beranjak dari tempatku duduk.
“Maaf lama, ya, Mas Gal?” ucapnya sembari meletakkan
barang belanjaan di samping meja. “Itu tempe mendoan, ya,
Mas? Boleh, dong, saya icip, banyak belanja jadi laper.”
Si Zalanbur mengikuti di belakang Nabila. Wah alamat
habis banyak, nih Nabila.
“Silakan, Nab, tempe mendoan di sini favoritku. Kalo udah
dikenyangkan lapar matanya, sekarang dikenyangkan lapar
perutnya!” seruku sambil melihatnya terus mengunyah dengan
rancak sepapan demi sepapan potongan tempe mendoan.
“Enak banget, sih, Mas. Apa karena laper, ya? Abis ini ke
rooftop, yuk, Mas. Ada yang mau Nabila omongkan. Biar lega
abis belanja lalu ngeluarin unek-unek.”
“Boleh. Aku pesenin es teh dulu, ya.”
“Gak usah, Mas Gal. Nanti sekalian pesen di rooftop saja
ada, kok. Soalnya ini, kan, sudah jam lima, sudah buka cafenya.”
Kami pun bergerak menuju lift untuk mencapai lantai
empat. Langit dibarat sudah menyemburatkan warna biru
jingga bercampur fucia kala kami tiba di lantai yang dulunya
merupakan lahan parkiran mal. Pegunungan Buthak Kawi
202 THAGA
GALGARA