Page 215 - THAGA 2024
P. 215
gadis ketiga, dia membuat aku menundukkan kepala menekuni
makanan. Rina.
“Mas Gal liatin apa, sih, kok, kayak gelisah gitu?” Nabila
menelengkan kepala ke belakang.
“Maaf, Nab. Enggak ada apa-apa, kok. Cuman kayak liat
artis Korea saja. Lanjut yuk, makannya.” Kami pun melanjutkan
santap bakso jilid dua. Si Dasim kembali pargoy.
Tanganku sambil menaip pesan pada gawai. “Lagi di mana
Rin?” Aku mengirim pesan singkat pada aplikasi WhatsApp.
Tak berapa lama sebuah balasan masuk. “Di kampus,
Sayang, ada kerja kelompok.”
“Yaudah pulangnya hati-hati,” balasku singkat seraya
memancangkan mata pada sosoknya yang sedang berfoto ria
bersama dua orang temannya.
“Oke, Sayang. Kapan bisa ketemu lagi?” balasnya basa-
basi yang tak juga aku balas.
Beruntung outfit of the day yang aku kenakan berbeda
dengan outfit yang biasa aku kenakan untuk bertemu Rina.
Duduk di pojok juga menyamarkan keberadaanku dari
jangkauan Rina.
“Eh, Nab tadi pas di mobil katanya mau ada yang diomongin.
Emang apa?”
“Oh masih inget, ya.” Air mukanya tampak tersipu. “Cuman
mau tanya, sekiranya nanti palu sudah diketuk. Apa ada
kemungkinan kita bisa bareng?”
Aku tertegun mendengar pertanyaannya dengan
memicingkan mata seeiring pikiran yang terlintas dalam benak.
Namun, ini sebuah kenyataan yang tak terelakkan dan harus
dihadapi. Tantangan yang harus dijawab. “Butuh tempat
pelarian, Nab?”
THAGA 207
GALGARA