Page 217 - THAGA 2024
P. 217
banyak. “Begini, Nab mungkin aku gugup. Biar aku persingkat.
Apa semua ini sudah kamu pikirkan matang-matang?”
“Sudah, Mas Gal. Sejak pertemuan pertama itu, saya sudah
memikirkan semuanya.”
Udara sejuk rooftop kuhela. “Ini mengejutkanku, Nab. Tapi
baiklah ini menarik. Denger, Nab. Pertama, aku gak pernah
mau memulai. Kedua, aku gak mau menjalani sesuatu karena
keterpaksaan. Ketiga, yang bisa membuktikan keseriusan dan
perasaanmu itu hanya waktu. Keempat, aku gak mau hubungan
ini menjadi penghambat pekerjaanku, meski kamu gak tau
apasaja pekerjaanku. Bisa?”
Senyum dibibir merahnya menggaris. “Bisa, Mas Gal,”
jawabnya dengan suara renyah sembari mengigit bibir. “Jadi?”
Binar matanya penuh harap membuatku salah tingkah.
Belum juga aku menjawab. Sebuah panggilan masuk ke
gawaiku. “Bentar, permisi aku angkat dulu, ya, Nab,” selaku.
Dia mengangguk dengan senyum segarisnya.
“Iya halo. Oh oke. Malam ini, ya. Bisa, kok. Tempat biasa,
kan? Oke see you,” jawabku membalas pertanyaan dari
seberang sana.
“Eh , Nab. Kayaknya aku harus balik. Ada keperluan
mendadak di Surabaya,” ujarku.
“Gak masalah, Mas Gal. Kalo gitu saya pulangnya naik
Grab saja. Deket, kok.”
“Oke, Nab. Habisin, yuk,” ajakku semangat.
“Ayok. Ehm. Terus jawabannya?” Mimik wajahnya penuh
harap.
Aku menatap binar kedua bola mata bulatnya dengan
lembut. Segaris senyuman penuh arti turut kulepaskan. Saatnya
menjawab dengan jawaban standar para lelaki.
THAGA 209
GALGARA