Page 297 - THAGA 2024
P. 297

berjalan melewati pendopo dan menuju halaman rumah yang
              luas ditumbuhi bunga-bunga dan bambu kuning koleksi ibu.
                  “Assalamualaikum, Bi. Bibi kabarnya sehat? Ayah Ibu ada,
              Bi?” tanyaku sembari mengecup tangan wanita yang bernama
              Bi  Sulasmi  yang  biasa  kami  panggil  Bi  Lasmi.  Sudah  sejak
              sebelum aku lahir bibi yang berasal dari Kota Blitar ini sudah
              tinggal membaturi Ayah Ibu di sini.
                  “Ada  Den,  di  omah ndalem.  Masih  pada  sarapan.  Aden
              mau sekalian dibikinkan sarapan? Ada nasi jagung kesukaan
              Aden,” tawar Bi Sulasmi dengan halus.
                  “Kopi sama teh hangat saja Bi, masih males makan soalnya.
              Sekalian pisang goreng kalo ada, atau cemilan lain. Kami tunggu
              di pendopo sini saja, biar Ayah Ibu seleseikan sarapannya dulu.
              Nitip pesen ke Ayah Ibu kalo saya datang sama Nastiti.”
                  “Baik,  Den. Apa  kabar,  Cah  ayu?  Sudah  lama,  kok,  gak
              main ke rumah? Sibuk, ya? Bibi sampai kangen, makin cantik
              sekarang, ya. Sehat kabarnya?” tanya Bi Lasmi ramah. Nastiti
              pun  mengecup  tangan  Bi  Lasmi  lalu  memeluknya  seperti
              seorang  sahabat  yang  lama  tak  berjumpa.  Bi  Lasmi  pun
              mempersilahkan kami masuk ke pendopo.
                  Kami  pun  duduk  di  pendopo  yang  terdapat  kursi  sedan
              dari rotan dan meja bulat beralas marmer dari kayu jati. Di atas
              meja  kami  tergantung  lampu  kerekan  yang  bagi  masyarakat
              Jawa  memiliki  cerita  yang  amat  lungit  dan  punya  makna
              mendalam.  Sedangkan  pendopo  sendiri  dalam  rumah  adat
              Jawa mempunyai fungsi sebagai tempat untuk menerima tamu
              sementara.
                  Waktu masih menunjukkan pukul 8 pagi. Cuaca terpantau
              cerah  berawan.  Burung  perkutut  peliharaan  ayah  yang
              merupakan klangenan atau kesukaan bagi orang Jawa, masih



                                                              THAGA      289
                                                                GALGARA
   292   293   294   295   296   297   298   299   300   301   302