Page 299 - THAGA 2024
P. 299
“Kalo kayak gini malah aku nanti yang dikira Ayah Ibu
nyakitin kamu, udah lap, lah!”
Jenak berikutnya Ayah menghampiri kami diikuti Ibu
dibelakangnya. Ayah masih mengenakan pakaian santai
berupa kaos oblong putih dengan kamen kancut batik hitam,
sedang ibu mengenakan daster jumbo merah marun. Wajah
Ayah Ibu mulai tampak keriput meski masih kuat. Rambut Ayah
putih keperakan sepanjang punggung, rambut Ibu pendek
bergelombang sebahu lebih banyak putihnya dari hitamnya.
Kami segera berdiri dan takzim mengecup punggung
tangan Ayah Ibu bergantian. Setelah itu, kami berempat duduk.
Kami saling pandang sejenak, menakar tujuan.
“Apa kabar , Le? Apa kabar , Nduk? Lama endak pulang.
Sehat? Ada apa? Kok, tumben datang pagi-pagi?” Sudah pada
sarapan belum? Kalo belum sarapan dulu saja, biar disiapin Bi
Lasmi,” tanya Ayah yang langsung disambut senyum merekah
ibu.
“Sehat, Yah. Makannya nanti saja, Yah, masih malas makan
kami. Ayah Ibu sehat? Nganterin Nastiti ini,loh, mau pamitan ke
ayah ibu,” jawabku langsung pada inti.
“Ayah ibu sehat, Le,” jawab Ayah tenang, “cuman ibumu
saja yang harus mulai jaga makan soalnya gulanya kemaren
tinggi. Tapi gak usah khawatir, ibumu baik-baik saja. Malah rajin
olahraga sekarang,” jelas ayah yang membuatku lega.
“Loh, kok, pada belum sarapan, dijaga loh, Le , Nduk,
kesehatannya. Sarapan itu penting,” ujar ibu yang mulai angkat
bicara. “Pasti kamu gak diajak Masmu makan, ya, Nduk?
Masmu itu kalo ndak laper, ya, gitu, susah disuruh makan.” ibu
mulai ceriwis, kehangatan mulai terasa, saat ayah ibu saling
melemparkan senyum asihnya.
THAGA 291
GALGARA