Page 298 - THAGA 2024
P. 298
berkicau setelah pagi tadi dirawat lalu digantangkan di tiang
tinggi. Kupu-kupu banyak berterbangan di antara bunga-bunga
koleksi ibu. Aroma wangi dupa yang dibakar tadi pagi masih
terasa uarannya. Tidak ada yang berubah dari rumah ini, masih
sepi. Mungkin hanya kisah penghuninya saja yang bikin ramai.
Gonggongan anjing jenis ras Chihuahua bernama Berbie
mendadak terdengar dari dalam kandangnya. Kokokan ayam
kate jantan warna putih beserta kepakan sayapnya nampak
lucu, seolah sedang melindungi anak istrinya yang sedari
mematuk-matuk kerikil tanah. Seekor kucing kampung alias
felis silvestris belang telon jenis kelamin laki-laki bernama tole
menghampiri kami, menyapa dengan suara mengeong. Bulu
lembut dan badan gempalnya diusapkan di kaki-kaki kami
bergantian. Beda dengan si berbie, si tole merupakan pemburu
yang handal di rumah kami.
“Gal masih ngambek, ya? Malu nanti sama Ayah Ibuk,
dikira kita bertengkar malah,” tanya Nastiti kala melihat wajahku
masih terlipat kusut.
“Enggak, kok. Mungkin masih syok saja menerima
kenyataan. Guratan takdir yang gak ketebak. Udah kayak
drakor saja, loh,” cerocosku mungkin sudah lelah mental fisik.
“Ehm, Gal pasti capek nyetir, belum bobo sama sekali juga,
kan. Mau aku pijitin pundaknya?” tawarnya yang mulai beranjak
dari kursi di sebelahku.
“Santai saja. Aku gak bakal bersikap melow di depan Ayah
Ibu. Aman, kok.”
“Bukan gitu, Gal, aku ngerasa bersalah saja sudah
nyakitin.” Wajahnya bersemu kemerahan. “Aku jahat banget,
ya, Gal.” Suaranya mulai pelan. Bening bulir-bulir matanya
yang mengkristal kini mengalir membasahi pipi. Aku pasti bakal
susah untuk melupakan bayang wajahnya.
290 THAGA
GALGARA