Page 119 - Kelas_12_SMA_Sejarah_Indonesia_Semester_1_Siswa_2016
P. 119
beserta organisasi massanya yang bernaung
dan berlindung ataupun seasas dengannya Ada beberapa faktor yang
melatar belakangi lahirnya
di seluruh Indonesia, terhitung sejak tanggal
Supersemar, di antaranya:
12 Maret 1966. Pembubaran itu mendapat
dukungan dari rakyat, karena dengan 1. Situasi negara secara
demikian salah satu di antara Tritura telah umum dalam keadaan
dilaksanakan. kacau dan genting
Selain itu Letjen. Soeharto juga 2. Untuk mengatasi situasi
menyerukan kepada pelajar dan mahasiswa yang tak menentu akibat
untuk kembali ke sekolah. Tindakan pemberontakan G 30 S/
berikutnya berdasarkan Supersemar adalah PKI.
dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 5 3. Menyelamatkan Negara
tanggal 18 Maret 1966 tentang penahanan
Kesatuan Republik
15 orang menteri yang diduga terkait
Indonesia
dengan pemberontakan G 30 S/PKI ataupun
dianggap memperlihatkan iktikad tidak baik 4. Untuk memulihkan
dalam penyelesaian masalah itu. keadaan dan wibawa
pemerintah.
Demi lancarnya tugas pemerintah,
Letjen. Soeharto mengangkat lima orang
menteri koordinator ad interim yang menjadi Presidium Kabinet. Kelima
orang tersebut ialah Sultan Hamengku Buwono IX, Adam Malik. Dr. Roeslan
Abdulgani, Dr. K.H. Idham Chalid dan Dr. J. Leimena.
3. Dualisme Kepemimpinan Nasional
Memasuki tahun 1966 terlihat gejala krisis kepemimpinan nasional yang
mengarah pada dualisme kepemimpinan. Di satu pihak Presiden Soekarno
masih menjabat presiden, namun pamornya telah kian merosot. Soekarno
dianggap tidak aspiratif terhadap tuntutan masyarakat yang mendesak
agar PKI dibubarkan. Hal ini ditambah lagi dengan ditolaknya pidato
pertanggungjawabannya hingga dua kali oleh MPRS. Sementara itu Soeharto
setelah mendapat Surat Perintah Sebelas Maret dari Presiden Soekarno dan
sehari sesudahnya membubarkan PKI, namanya semakin populer. Dalam
pemerintahan yang masih dipimpin oleh Soekarno, Soeharto sebagai
pengemban Supersemar, diberi mandat oleh MPRS untuk membentuk kabinet,
yang diberi nama Kabinet Ampera.
Meskipun Soekarno masih memimpin sebagai pemimpin kabinet, tetapi
pelaksanaan pimpinan dan tugas harian dipegang oleh Soeharto. Kondisi
seperti ini berakibat pada munculnya “dualisme kepemimpinan nasional”,
Sejarah Indonesia
111

