Page 123 - Kelas_12_SMA_Sejarah_Indonesia_Semester_1_Siswa_2016
P. 123

Setelah memperoleh kekuasaan sepenuhnya, pemerintah Orde         Baru
                 mulai  menjalankan kebijakan-kebijakan politik dan ekonomi     yang telah
                 ditetapkan oleh Sidang MPRS     tahun-tahun sebelumnya, seperti  Stabilitas
                 Politik Keamanan (Tap MPRS No.IX/1966), Stabilitas Ekonomi (Tap MPRS
                 No.XXIII/19 66), dan Pemilihan Umum (Tap MPRS No.XI/1966).

                     Pemerintahan Orde   Baru memandang bahwa      selama  Orde  Lama  telah
                 terjadi  penyimpangan terhadap pelaksanaan UUD     1945 dan Pancasila. Di
                 antara  penyimpangan tersebut   adalah pelaksanaan Demokrasi    Terpimpin
                 dan pelaksanaan politik luar negeri yang cenderung memihak blok komunis
                 (Blok Timur). Sesuai  dengan ketentuan yang telah digariskan oleh MPRS,
                 maka  pemerintahan Orde Baru segera berupaya menjalankan UUD 1945 dan
                 Pancasila  secara  konsekuen dengan melakukan rehabilitasi  dan stabilisasi
                 politik dan keamanan (polkam). Tujuan dari      rehabilitasi  dan stabilisasi
                 tersebut  adalah agar dilakukan pembangunan ekonomi     bagi  kesejahteraan
                 rakyat Indonesia.
                     Dalam  melaksanakan rehabilitasi  dan stabilisasi  Polkam, pemerintah
                 Orde  Baru di  bawah pimpinan Soeharto menggunakan suatu pendekatan
                 yang dikenal  sebagai  pendekatan keamanan (security  approach), termasuk
                 di dalamnya de-Soekarnoisasi dan depolitisasi kekuatan-kekuatan organisasi
                 sosial politik (orsospol) yang dinilai akan merongrong kewibawaan pemerintah.
                 Seiring dengan itu,  dibentuk lembaga-lembaga stabilisasi seperti; Kopkamtib
                 (pada 1 November 1965), Dewan Stabilisasi Ekonomi Nasional (11 Agustus
                 1966), dan Dewan Pertahanan Keamanan Nasional (1 Agustus 1970).

                     Mengenai   kebijakan politik luar negeri  yang dipandang menyimpang,
                 pemerintah Orde Baru berupaya mengembalikan Indonesia dari politik Nefos-
                 Oldefos dan “Poros Jakarta-Pnom Penh-Hanoi-Peking-Pyongyang” ke politik
                 luar negeri  Indonesia  yang bebas  dan aktif. Tujuan dari  politik luar negeri
                 pun diarahkan untuk dapat dilakukannya pembangunan kesejahteraan rakyat.
                 Hal itu tampak dari pernyataan Jenderal Soeharto sebagai pemegang mandat
                 Supersemar tanggal 4 April 1966, beliau menyatakan bahwa Indonesia akan
                 menjalankan politik luar negeri  yang bebas  aktif, yang mengabdi  kepada
                 kepentingan bangsa   dan ditujukan untuk mencapai    kesejahteraan rakyat.
                 Dalam  upaya  mencapai  tujuan tersebut, maka  politik luar negeri  Indonesia
                 akan ditujukan pada  perluasan kerja  sama  ekonomi  dan keuangan antara
                 Indonesia dengan dunia luar, baik Timur maupun Barat, selama kerja sama itu
                 menguntungkan bagi kepentingan Indonesia.

                     Sebagai  wujud nyata   dari  niat  itu, Indonesia  memulihkan kembali
                 hubungan baik dengan Malaysia termasuk Singapura yang sempat terganggu
                 akibat  kebijakan konfrontasi  Indonesia  1963-1966. Di  samping itu, sejak




                                                                        Sejarah Indonesia
                                                                                            115
   118   119   120   121   122   123   124   125   126   127   128