Page 255 - Kelas_12_SMA_Sejarah_Indonesia_Semester_1_Siswa_2016
P. 255

Indonesia untuk memperjuangkan serta mempertahankannya hingga mendapat
                 pengakuan internasional. Deklarasi  Djuanda  merupakan landasan struktural
                 dan legalitas bagi proses integrasi nasional Indonesia sebagai negara maritim.
                     Dengan dikeluarkannya    peraturan tersebut, maka    Ordonantie  1939
                 sudah tidak berlaku lagi di Indonesia, dan garis teritorial laut Indonesia yang
                 sebelumnya  3 mil  menjadi  12 mil. Namun, tidak lama    setelah Indonesia
                 mengeluarkan peraturan tersebut, muncul beberapa reaksi terhadap peraturan
                 tersebut. Reaksi  protes  datang dari  beberapa  negara  seperti  dari  Amerika
                 Serikat  (tanggal  30 Desember 1957), Inggris  (3 Januari  1958), Australia
                 (3 Januari  1958), Belanda  (3 Januari  1958), Perancis  (8 Januari  1958), dan
                 Selandia Baru (11 Januari 1958). Reaksi penolakan tersebut sudah dipikirkan
                 oleh pemerintah Indonesia, dan sudah pula diumumkan bahwa reaksi-reaksi
                 dari berbagai negara tersebut akan diperhatikan dan dibahas dalam konferensi
                 internasional mengenai hak-hak atas lautan yang akan diadakan pada 1958 di
                 Jenewa. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia telah siap dengan reaksi protes
                 yang diajukan dan siap berdebat pada konferensi di Jenewa.
                     Delegasi Indonesia yang datang pada konferensi internasional mengenai
                 hak-hak atas lautan yang diadakan di Jenewa terdiri atas Mr. Ahmad Subardjo
                 Djojohadisuryo, S.H. yang pada  waktu menjabat   sebagai  Duta  Besar RI di
                 Swiss, Mr. Mochtar Kusumaatmadja, Goesti    Moh. Chariji  Kusuma, dan M.
                 Pardi (Ketua Mahkamah Pelayaran). Dalam kesempatan itu delegasi Indonesia
                 mengemukakan asas    Archipelagic  Principle  dalam  pidatonya. Inilah untuk
                 pertama  kali  masyarakat  internasional  mendengar penjelasan mengenai
                 implementasi ’Archipelagic Principle’ terhadap suatu negara yang melahirkan
                 ’Archipelagic  State  Principle’  yang pada  waktu itu masih asing bagi  dunia.
                 Asing karena  asas  ini  eksis  tapi  belum  ada  satu pun negara  di  dunia  yang
                 menggunakannya. Meskipun telah dijelaskan lewat      pidato, negara-negara
                 yang pernah menyampaikan protes kepada pemerintah Indonesia belum dapat
                 menerima. Hanya, Indonesia mendapatkan dukungan dari Ekuador, Filipina,
                 dan Yugoslavia.
                     Pemerintah Indonesia   kemudian menggunakan beberapa       cara  untuk
                 mendapat  simpati  dari  negara-negara  lain, misalnya  dengan menyebarkan
                 tulisan The Indonesian Delegation to the Conference on the Law of the Sea.
                 Usaha  itu mulai  membuahkan hasil   dan setelah itu mulai  banyak negara-
                 negara yang bersimpati dengan perjuangan Indonesia.

                     Pemerintah Indonesia   kemudian merancang peraturan 13 Desember
                 menjadi  undang-undang agar kedudukannya       menjadi   lebih kuat. Pada
                 tahun 1960 pengumuman tersebut     dituangkan dalam  Peraturan Pemerintah
                 Pengganti  Undang-undang (PERPU) No. 4/1960. Produk hukum            inilah




                                                                        Sejarah Indonesia
                                                                                            247
   250   251   252   253   254   255   256   257   258   259   260