Page 87 - kumpulan jurnal integrasi Kelas A
P. 87
yang telah diwariskan secara turun-temurun di lingkungan keluarga penenun dengan menggunakan alat
tenun "Kek" atau ada yang menyebutnya alat tenun gedokan. Selain menggunakan alat tenun kek, saat
ini kain tenun siak juga banyak beredar di pasaran sebagai hasil produksi menggunakan Alat Tenun
Non Mesin (ATBM). ATBM adalah alat tenun tradisional untuk membuat kain tenun dengan anyaman
sederhana dan gerakannya dilakukan oleh operator sendiri atau digerakkan oleh tenaga manusia. Motif
hias pada tenun Siak memiliki keaneka ragaman bentuk pada motif-motif yang diterapkan, baik jenis
alam flora, fauna dan nama benda alam.
Kata kunci : Tenun Siak, Songket Melayu Riau, kain tenun
A. Pendahuluan
Riau merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di bagian tengah
pulau Sumatera yang berbatasan dengan empat provinsi. Riau terdiri daerah daratan dan
daerah kepulauan. Riau menjadi salah satu provinsi terkaya dengan sumber daya alam
yang berlimpah, mulai dari kayu hutan, tumbuhan pantai hingga minyak bumi. Bangsa
Melayu merupakan penduduk asli wilayah ini. Riau pun menjadi salah satu provinsi
yang cukup banyak masyarakat pendatangnya hingga terjadi percampuran budaya.
Walaupun memiliki beragam masyarakat, kebudayaan Melayunya masih terjaga hingga
sekarang. Wilayah ini menjadi rumah bagi masyarakat Melayu. Masyarakat Melayu
memiliki budaya yang kuat. Hal ini terlihat pada hasil kerajinan yang sudah ada sejak
masa pemerintahan Kerajaan Siak, yaitu tenun songket Melayu Riau
(Lestari&Rianti, 2017). Riau adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki 12
kabupaten/kota di antaranya adalah Kabupaten Siak. Daerah ini merupakan bekas
kawasan peninggalan kerajaan Melayu dengan pusat kerajaannya berada di Siak Sri
Indrapura. Masyarakat Siak merupakan masyarakat yang memiliki karakteristik budaya
seperti masyarakat lainnya. Di antara kekayaan budaya tersebut adalah kain tradisional
berupa tenun Siak yang telah memiliki sejarah panjang di masyarakat dan
menggambarkan potret budaya daerah. Bagi masyarakat Melayu Siak, menggunakan
kain tenun di pesta-pesta dan acara adat lainnya menjadi identitas dan kebanggaan
tersendiri bagi pemakainya. Tenun ini merupakan karya seni yang dihasilkan dari
pembuatan kain songket yang memiliki corak (motif) unik dan ragi (desain) yang
beragam dengan nilai dan filosofi tinggi khas Melayu Riau. Effendy (2013) seorang
budayawan Melayu Riau menjelaskan bahwa setiap motif pada kain tenun Siak
memiliki filosofi tertentu yang mencerminkan perspektif kehidupan manusia, nilai-nilai
kepercayaan dan budaya Melayu (Indriati, Turmudi&Dahlan, 2022).
Menurut Maulia (2015) tenun Melayu Siak telah ada sejak Siak masih berupa
kesultanan dengan dipimpin oleh tengku Syaid Ali, bergelar Sultan Assaidis Syarif Ali
Bin Abdu Jalil Baalawi tahun 1784-1810. Menurut Roza (2012) berbicara soal Tenun
Siak, tidak luput dari pembahasan bahwa wilayah Siak yang memiliki sejarah panjang,
mulai dari menjadi bahagian dari kerajaan Johor, lalu menjadi sebuah kerajaan yang
berdiri sendiri hingga berhasil melepaskan diri dari dominasi berbagai kekuatan politik
di sekitarnya, menjadi sebuah kabupaten yang menerapkan sistem demokrasi modern
dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Melayu Riau (terutama Siak) dengan segala
diskursusnya merupakan suatu identitas budaya yang dapat dikaji secara keilmuan dan
menjadi identitas bagi pemiliki kebudayaannya (Bunari,fikri dkk. 2021). Tenun songket
melayu merupakan kain hasil kerajinan tangan yang dilakukan dengan melalui proses
menenun benang yang diselingi dengan tenunan benang emas atau benang perak
dengan ragam motif atau corak tenunan tertentu. Tidak semua daerah di Riau yang
dijadikan sentra tenun songket melayu ini. Ia hanya terpusat di beberapa daerah saja,
seperti Kota Pekanbaru, Siak, Pelalawan, Rokan Hulu, Rokan Hilir, dan
82