Page 112 - Perspektif Agraria Kritis
P. 112
Bagian II. Memaknai Ulang Reforma Agraria
suatu sumber agraria. Demikian juga, mencakup hubungan
perburuhan maupun kemitraan yang terjadi di dalam proses
produksi dan penciptaan surplus di atasnya berikut pembagian
surplus itu di antara pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.
Pada dasarnya, relasi-relasi sosial agraria semacam ini
tidak hanya mencakup kerjasama namun juga kompetisi, yang
di dalamnya mengandung pula segi ketimpangan dan
eksploitasi. Hal ini terutama berkisar pada lima proses berikut:
(1) siapa menguasai sumber agraria apa; (2) siapa melakukan
produksi apa di atasnya; (3) siapa mendapatkan surplus apa
darinya; (4) apa yang dilakukan dengan surplus tersebut; dan
(5) apa yang dilakukan satu sama lain di antara pihak-pihak
yang terlibat (Bernstein 2010; White 2011).
Suatu reforma agraria yang sejati adalah reforma
agraria yang pelaksanaannya dapat melakukan demokratisasi
atas relasi-relasi kompetitif di seputar kelima proses kunci di
atas. Hal ini dilakukan dengan me-reform berbagai bentuk
ketimpangan dan eksploitasi yang berlangsung di dalamnya,
serta memastikan agar berbagai ragam benefit ekonomi dan
politik yang dihasilkan dari penguasaan dan pemanfaatan
suatu sumber agraria dapat terdistribusi se-inklusif mungkin
di antara anggota masyarakat maupun antar generasi.
DUA KRITERIA PENILAIAN
Pada tataran praktik, upaya demokratisasi atas relasi-
relasi sosio-agraria yang bercorak pro-poor dan berkelanjutan ini
tidak boleh diterjemahkan sebatas pemberian hak legal (baca:
legalisasi aset) semata. Sebab, perubahan legal atas relasi-relasi
kepemilikan tidak selalu berkorespondensi dengan hak aktual
maupun praktik-praktik sosialnya. Oleh karena itu, selain
pembaruan hak legal, upaya demokratisasi ini harus benar-
benar tercermin dalam relasi-relasi sosial secara empiris.
47