Page 152 - Perspektif Agraria Kritis
P. 152
Bagian III. Pembaruan Desa dari Perspektif Agraria
digunakan perumahan dan persawahan dilegalisasi melalui
program land reform (distribusi vertikal).
Di pedalaman Sulawesi Tengah, komunitas adat Toro
sejak awal era reformasi berjuang gigih untuk mendapatkan
pengakuan atas wilayah adatnya yang berada di dalam
kawasan Taman Nasional Lore Lindu. Setelah mengalami
proses jatuh-bangun, komunitas ini akhirnya memperoleh
pengakuan de facto dari Kepala Balai Taman Nasional untuk
mengelola wilayah adatnya secara mandiri sesuai kearifan
lokal dan sistem adat mereka (devolusi).
Pasca pengakuan ini, komunitas Toro lebih jauh
berupaya untuk merevitalisasi sistem pemerintahan adat asli
yang disebut ngata. Dalam rangka ini, empat lembaga
kepemimpinan ditata ulang tugas dan wewenangnya, yaitu
dewan totua ngata, organisasi perempuan adat, Pemerintah
Desa dan Badan Perwakilan Desa. Keterwakilan warga desa
(representasi) juga diupayakan selama proses penataan
kelembagaan ini.
Kendati representasi telah didorong selama proses
revitalisasi pemerintahan ngata, namun demokratisasi di
internal desa menghadapi kendala besar. Devolusi tidak secara
otomatis dapat mengantarkan pada (re)distribusi horisontal di
antara warga desa yang multi-etnik itu. Sebaliknya, ada satu-
dua kasus sengketa tanah di antara sesama warga desa yang
mengindikasikan berlangsungnya proses rekonsentrasi.
Kecenderungan ini tidak lepas dari struktur sosial
komunitas ini yang pada dasarnya bersifat hirarkis dan multi-
etnis. Revitalisasi adat justru menguatkan kembali sistem
pelapisan lama di tengah kemajemukan warga yang tercipta
dari arus migrasi masuk dan sejarah pengungsi ke desa ini
sejak beberapa dekade silam. Di sisi lain, hal itu juga
diakibatkan oleh jangkauan rekognisi negara yang amat sumir
terkait otonomi pengelolaan SSA (hanya pengakuan de facto
87