Page 151 - Perspektif Agraria Kritis
P. 151

Perspektif Agraria Kritis



              praktik-praktik inovasi lokal pembaruan desa dan agraria di
              sejumlah tempat.

                     Sebagai misal, desa Ngandagan di Jawa Tengah pernah
              menjalankan redistribusi horisontal atas lahan sawah komunal
              yang  dibagikan  sebagai  hak  garap  periodik  serta  atas  lahan
              kering bekas tanah guntai yang dibagikan sebagai hak milik
              individual. Yang menarik, kategori lahan yang pertama (sawah
              komunal) dikhususkan untuk produksi pangan, sementara yang
              kedua (lahan kering) dikhususkan untuk produksi komoditas
              perkebunan (Shohibuddin & Luthfi, 2010).

                     Kombinasi dua jenis hak atas tanah dengan dua pola
              produksi  yang  berbeda  ini  juga  dijalankan  oleh  komunitas
              Wangunwati di Jawa Barat, namun dengan pola penggunaan
              tanah  yang  berkebalikan.  Lahan  kering  bekas  hak  erfpacht
              dikuasai secara kolektif oleh koperasi para bekas buruh kebun
              yang digunakan untuk produksi getah karet, sementara lahan
              sawah dibagikan sebagai hak milik individual untuk produksi
              padi (Novrian et al 2010).

                     Akibat  gejolak  politik  nasional,  inovasi  pembaruan
              pada dua komunitas ini berakhir pada nasib yang berlawanan.
              Dalam  hal  ini,  faktor  rekognisi  negara  memiliki  peranan
              sentral.  Pasca-tragedi  1965,  arus  balik  terjadi  pada  inovasi
              pembaruan  di  desa  Ngandagan.  Bahkan  Lurah  Soemotirto
              yang memelopori inovasi land reform lokal itu dipaksa untuk
              turun dari jabatan.

                     Sebaliknya,  komunitas  Wangunwati  dapat  melewati
              tragedi 1965 dengan selamat, bahkan sekitar dua  hingga tiga
              dekade berikutnya berhasil memperoleh rekognisi dari negara.
              Koperasi  yang  menjadi  wadah  representasi  mereka  sebagai
              unit  usaha  ekonomi  mendapatkan  status  badan  hukum
              (rekognisi), lahan perkebunan yang dikuasai oleh koperasi ini
              dikukuhkan  dalam  bentuk  Hak  Guna  Usaha  (devolusi),
              sementara  lahan  yang  dikuasai  oleh  warga  desa  untuk


                                          86
   146   147   148   149   150   151   152   153   154   155   156