Page 153 - Perspektif Agraria Kritis
P. 153

Perspektif Agraria Kritis



              oleh Kepala Balai Taman Nasional), dan yang tidak diberikan
              sama sekali terkait otonomi pemerintahan ngata (karena UU
              Desa belum lahir pada saat itu) (Shohibuddin & Adiwibowo
              2018).

                     Di  antara  ketiga  kasus  ini,  komunitas  Wangunwati
              terlihat  paling  sukses  di  dalam  mewujudkan  desa  inklusif
              agraria. Hal ini adalah gambaran dari kemampuan komunitas
              ini dalam mengintegrasikan empat aspek pembaruan sekaligus
              yang gagal  atau  tidak  sepenuhnya mampu  diwujudkan oleh
              dua komunitas lainnya.


              DINAMIKA REGULASI DAN KEBIJAKAN

                     Dalam beberapa tahun terakhir ini, muncul beberapa
              regulasi dan kebijakan yang (meski masih jauh dari memadai)
              cukup  positif  untuk  mendorong  perwujudan  desa  inklusif
              agraria ini. Di bidang regulasi, Putusan Mahkamah Konstitusi
              atas Perkara No. 35/PUU-X/2012 telah mengoreksi kedudukan
              “hutan  adat”  dalam  UU  Nomor  41/1999  tentang  Kehutanan
              yang  semula  digolongkan  ke  dalam  “hutan  negara”  menjadi
              “hutan  hak”.  Pada  saat  yang  sama,  putusan  Mahkamah
              Konstitusi  ini  juga  menetapkan  masyarakat  hukum  adat
              sebagai “penyandang hak” atas hutan adatnya.

                     Selain  itu,  terdapat  UU  Desa  yang  pengaturannya
              didasarkan atas dua asas utama: rekognisi dan subsidiaritas.
              Dua asas ini telah memberi “pengakuan hak asal-usul” serta
              “kewenangan  berskala  lokal  dan  pengambilan  keputusan
              secara lokal” pada desa. Selain itu, penyelenggaraan desa juga
              bisa berdasarkan sistem desa otonom (disebut “desa”) maupun
              organisasi  adat  (disebut  “desa  adat”).  Sayangnya,  di  luar
              urusan “aset desa” yang terbatas itu, UU Desa tidak memberi
              cukup  kewenangan  kepada  desa  di  bidang  SSA—terkecuali
              bagi “desa adat” atas wilayah ulayatnya.




                                          88
   148   149   150   151   152   153   154   155   156   157   158