Page 3 - BUKU AJAR PERKAWINAN DALAM ISLAM DAN HIKMAHNYA_Neat
P. 3
dilakukan dengan menggunakan kata inkah atau tajwij guna mendapatkan kesenangan (bersenang-
senang). Sedangkan menurut mazhab Maliki yang dimaksud dengan nikah adalah sebuah ungkapan
atau sebutan bagi suatu akad yang dilaksanakan dan dimaksudkan untuk meraih kenikmatan
6
(seksual) semata-mata. Menurut Mazhab Syafi’i, nikah adalah sebuah akad yang di dalamnya
mencakup kebolehan untuk melakukan hubungan suami isteri yang diucapkan dengan lafaz al-
7
inkah atau at-tazwiz atau terjemahan keduanya.
Beberapa redaksi tentang nikah di atas, dapatlah disimpulkan, bahwa pernikahan atau perkawinan
adalah suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan yang bukan mahramnya QS. An-Nisa (4) : 23); wanita yang baik QS. An-Nisa (4) : 3,
untuk menjadi suami - istri (QS. Ar-Ruum (30) : 21, Al-Baqarah (2) : 228) dengan menggunakan
lafaz inkah atau tazwij atau terjemahannya, sehingga mengakibatkan terdapatnya hak dan
kewajiban diantara keduanya ( QS. An-Nisa’ (4) : 19, 34) dengan tujuan membentuk keluarga
bahagia dunia dan akherat yang diridhai Allah AWT. (QS. At Tahrim (66) : 6).
Hukum Pernikahan
A. Dalil Naqli Nikah
Pensyari’atan tentang nikah diantaranya berdasarkan firman Allah SWT dalam QS. An-Nisa’
8
(4) : 3, ”Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.”
Sedangkan berdasarkan Hadist diantaranya hadits yang diriwayatkan Said bin Abi Maryam,
dari Muhammad bin Ja’far, dari Humaid bin Abi Humaid Ath-Thawil, dari Anas bin Malik,
dalam Shaheh Bukhari, berkata Anas bin Malik ra., ” ... Rasulullah SAW berkata : ’... wa-a-
tazawwaju an-nisa-a ..., ”... saya juga menikah”, ” ... faman raghiba ’an sunatii falaisa minni
...”, ” ... barang siapa benci pada sunahku maka bukan golonganku” 9 dan enam pengarang
kitab hadist dan Imam Ahmad dalam Musnadnya, diriwayatkan oleh Alqamah dari Abdullah
bin Mas’ud ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, yang artinya : ”Wahai para pemuda, barang
siapa di antara kalian sudah mampu menikah, hendaknya dia menikah, karena ia lebih
menundukkan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Barang siapa belum mampu,
hendaklah dia berpuasa karena puasa merupakan penawar baginya.”
10
Adapun ayat al-Qur’an dan Hadist lainnya yang membicarakan masalah pernikahan atau
perkawinan antara lain QS. Az-Zariyat (51) : 49, Yasin (36) : 36, Al-Hujurat (49) : 13, An-
Nahl (16) : 72, An-Nisa’(4) : 1, 3, Ar-Rum (30) : 21, Ar-Ra’d (13) : 38, An-Nuur (24) : 32, dan
ayat yang lainnya. Sedangkan dari hadist diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari
nomor 5065 dan 5090, Muslim nomor 1400, 1403 dan 1466, Ahmad nomor 7416, Baihaqi
nomor VII/78, HR. At.Tirmidzi nomor 1086, dan Ibnu Majah, nomor 1861, dan hadits lainnya
yang terkait.
B. Hukum Nikah
Hukum yang dimaksudkan di sini adalah apakah dituntut syara’ untuk mengerjakan ataukah
tidak, yang ditujukan kepada mukallaf (orang yang dibebani hukum). Kembali kepada salah
6 Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 45. Selanjutnya lihat juga,
Abdur-Rahman Al-Juzairi, al-Fiqh ‘alal-Madzahib al-Arba’ah, Jilid IV (Beirut: Dar al-Fikr), h. 2-3.
7 Muhammad al-Zuhri Al-Ghamarawi, Al-Sirraj al-Wahhaj (Beirut: Dar al-Fikr, 1991), h. 59
8 Departemen Agama RI, Al ‘Aliyy, Al-Qur’an dan Terjemahnya, CV Penerbit Diponegoro, Bandung, Cetakan kelima, 2005, halaman 61.
9 Al Imam Ibn Abdillah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim Ibn Mughirah Ibn bardizbah, Saheh Bukhari, Dar al Fikru,tt. Halaman 2.
10 Abi Husain Muslim, Sahih Muslim Juz VII, (Bairut: Dar al-kutub al-Alamiyah, 1998), Halaman 149.
3