Page 74 - TAFSIR_INDONESIA_MAPK_KELAS X_KSKK_compressed_Neat
P. 74

Untuk mengawali pemahaman makna ayatnya, mari kita terjemahkan dengan tepat.

                  (36)  dan  janganlah  kamu  mengikuti  apa  yang  kamu  tidak  mempunyai  pengetahuan
                        tentangnya.  Sesungguhnya  pendengaran,  penglihatan  dan  hati,  semuanya  itu  akan
                        diminta pertanggungan jawabnya.










                     Dalam ayat ini Allah Swt. memberi tuntunan bahwa manusia dilarang untuk mengatakan

               sesuatu  apapun  yang  dia  tidak  mengetahui  atau  mempunyai  pengetahuan  tentang itu. Bahkan

               menurut  Qatadah  bahwa  janganlah kamu  mengatakan  bahwa  kamu  melihatnya  padahal  kamu
               tidak  melihatnya,  atau  kamu  katakan  bahwa  kamu  mendengarnya,  padahal  kamu  tidak

               mendengarnya,  atau  kamu  katakan  bahwa  kamu    mengetahuinya,  padahal  kamu  tidak
               mengetahuinya. Hal ini memicu adanya sikap banyak prasangka atau dugaan yang tidak pasti

               kebenarannya. Perlu adanya upaya pembuktian terhadap pengetahuan apapun untuk menghindari
               tuduhan-tuduhan dan fitnah yang berdampak buruk bagi pelakunya dan objeknya.

                     Mengenai ayat ini juga, Sayyid Qutub berkomentar bahwa dengan kalimatnya yang singkat

               telah menegakkan konstruksi bangunan hati dan akal yang kuat. Kekuatan itu dikaitkan dengan
               sikap jiwa yang merasa diawasi Allah Swt. terhadap gerak-gerik seseorang di manapun berada.

                     Untuk sampainya pengetahuan yang bernilai tinggi bagi pemiliknya, hendaklah dia menjaga
               sarana  atau  alat  monitor  yang  telah  terpasang  dari  tubuhnya.  Lafaz  as-Sam’a  (pendengaran)

               berupa telinga, al-Baṣar (penglihatan) berupa mata, dan al-Fuād (perenungan atau pemikiran)
               berupa hati/jantung. Ketiganya harus selalu dibersihkan dari segala macam dugaan-dugaan yang

               tidak mendasar.

                     Dari  ketiganya,  seorang  yang  berilmu  dituntut  bersikap  kritis  dan  bijaksana  dalam
               menerima informasi atau pengetahuan. Bahkan, Islam telah melarang dengan keras sikap-sikap

               ikut-ikutan (taqlīd) yang buta tanpa mengetahui kebenaran dalil atau sumbernya.

                     Untuk  memaksimalkan  keseimbangan  dan  kebersihan  ketiganya,  Allah  Swt.  telah
               mengingatkan  bahwa  Dia  akan  senantiasa  mengawasi  segala  perbuatan  yang  telah  dilakukan

               manusia dan akan diminta kembali pertanggungjawabannya. Untuk itu, seseorang yang terpelajar
               (berilmu) hendaknya tidak asal bicara tanpa menyajikan bukti yang kongkrit dan akuntabel.







               54 TAFSIR MA KELAS X
   69   70   71   72   73   74   75   76   77   78   79