Page 162 - My FlipBook
P. 162

Bagian Ketiga



                      Kedua,  kemampuan  mereka  untuk  meningkatkan  pemahaman

                 (interpretasi) ayat qauliyah mereka dengan temuan-temuan yang diperoleh
                 dari  interpretasi  kauniahnya  (ilmu  pengetahuan),  dan  sebaliknya  dapat

                 digunakannya  nilai-nilai  yang  dipahami dari  wahyu  untuk  dijadikan  dasar

                 etik/filosofik bagi interpretasi terhadap ayat kauniyah (pengembangan dan
                 penerapan ilmu pengetahuan).


                      Ketiga, dorongan untuk lebih mampu mengimplementasikan ilmu dan

                 ajaran agamanya dalam kehidupan di masyarakat, dalam bentuk perpaduan

                 yang operasional sesuai dengan konteks permasalahan yang dihadapi umat
                 manusia. Kontekstualitas interpretasi di sini jangan dipahami sebagai suatu

                 interpretasi-adaptatif Islam dengan konteks ruang dan waktu (sebagaimana
                 sering dipopularkan sementara pihak), melainkan operasionalisasi konsep

                 Islam (qauliyah dan kauniyah) dalam konteks ruang dan waktu.


                      Berangkat  dari  pemahaman  kedudukan  ilmu  dalam  Islam  sebagai

                 tersebut  di  atas,  di  samping  diperoleh  keuntungan  (konsekuensi  subjektif)
                 tersebut,  juga  menimbulkan  konsekuensi  objektif  yang  mengarah  pada

                 pengembangan  paradigma  keilmuan  yang  islami.  Konsekuensi  yang
                 dimaksud adalah.


                      Pertama,  dalam pemahaman yang konvensional, maka ilmu berawal

                 dari suatu skeptisitas atau suatu nihilitas. Sesuatu adalah salah kecuali telah

                 dibuktikan  kebenarannya,  dan  sesuatu  tidak  ada  kecuali  telah  dibuktikan
                 keberadaannya. Paradigma keilmuan yang islami tidaklah demikian. Menurut

                 Islam ilmu (dan metodologi keilmuan) bukan berangkat dari skeptisitas atau
                 ketiadaan, tetapi berangkat dari tauhid, dari suatu keyakinan bahwa segala

                 fenomena keilmuan yang ada merupakan manifestasi kebenaran haq Allah
                 (QS. Fushilat: 53).





            150
   157   158   159   160   161   162   163   164   165   166   167