Page 529 - My FlipBook
P. 529

Tantangan Pemikiran dan Ideologi Klasik & Kontemporer


           utamanya  adalah  penyaluran  nafsu  seksual  (syahwah)  yang  tidak  lazim  (tidak
           normal). Oleh karena itu dapat ditafsirkan bahwa perilaku homoseksual adalah
           "penyakit",  baik  diri  pelakunya  maupun  masyarakat  (patologi  sosial).  Karena
           "penyakit",  maka  perlu  diusahakan  penyembuhannya,  bukan  malahan  diberi
           kesempatan atau perlindungan terhadap perbuatan tersebut. Bisa saja dilakukan
           konsinyasi  atau  penempatan  secara  khusus  untuk  keperluan  rehabilitasi.
           Barangkali ilmu kedokteran, entah kedokteran pada umumnya maupun kedokteran
           kejiwaan, yang bertanggung jawab sesuai dengan profesinya. Menurut Dr. Bagus
           Riyono, M.A. pakar psikologi dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Spitzer
           (2003) telah melaporkan hasil penelitiannya yang menunjukkan bahwa 200 orang
           menderita homo seksual dapat dikembalikan menjadi heteroseksual (melakukan
           hubungan seksual lain jenis) (Riyono, Edisi Khusus 2018 :21). Sama nasibnya
           dengan berbagai jenis penyakit yang mengganggu kesehatan manusia maka semua
           orang  senantiasa  secara  terus-menerus  mencari cara  pengobatannya.  Demikian
           juga LGBT yang dinilai sebagai sebuah bentuk "penyakit" maka sudah tentu orang
           harus terus bersemangat untuk mencari cara pengobatannya, bukan malah diberi
           peluang untuk bertumbuh subur.

                 Ketiga,  seperti  terurai  dalam  pembahasan  tentang  sejarah  merebaknya
           LGBT dan keterkaitannya dengan pemberlakuan HAM secara global di atas, maka
           tindakan  kalangan  lgbt  merapat  dengan  HAM  menyebabkan  kesan  bahwa
           penyebaran  paham  dan  perilaku  LGBT  bukan  sebuah  gerakan  yang  bersifat
           kebudayaan  murni,  melainkan  sudah  ada  intervensi  tangan-tangan  legislasi
           internasional yang mencoba memaksakan LGBT dapat diterima dan dilindungi
           secara hukum secara global. Hal inilah yang membuat tidak nyaman kalangan
           Islam dalam pergaulan selaku warga dunia. Masalahnya adalah karena paham dan
           gerakan LGBT secara substansi bertentangan dengan ajaran Islam seperti yang
           diutarakan di atas. Sungguh tidak mengenakkan manakala konsep, paham, dan
           perilaku  LGBT dibenturkan  kepada agama Islam dengan dalih payung hukum
           berupa  deklarasi  HAM  global.  Negara-negara  di  dunia  yang  penduduknya
           mayoritas Islam jelas menolak cara-cara perlindungan terhadap LGBT lewat jargo
           HAM seperti ini. Wallahu a'lam.













                                                                                       517
   524   525   526   527   528   529   530   531