Page 84 - Tata Kelola Pemilu di Indonesia
P. 84

mampu untuk mendapatkan kursi. Ketiga adalah fenomena jumlah kursi
           yang kurang dari seharusnya (under-represented) dan jumlah kursi yang
           lebih  dari  seharusnya  (over-represented).  Yang  pertama  merujuk  pada
           kondisi  dimana  proporsi  antara  jumlah  penduduk  dan  jumlah  kursi  di
           lembaga legislatif yang rendah. Yang kedua merujuk pada kondisi dimana
           proporsi antara jumlah penduduk dan jumlah kursi di lembaga legislatif
           yang  terlalu  tinggi.  Keempat  adalah  praktek  persekongkolan
           (gerrymandering). Praktek ini dimaksudkan untuk membuat keuntungan
           politik kepada peserta pemilu tertentu dengan cara memanipulasi batas-
           batas dari sebuah dapil. Praktek ini pertama kali digunakan oleh Elbridge
           Gerry pada tahun 1812 yang menjabat sebagai Gubernur Massachusetts
           agar kursi senat di kawasan Boston bisa dimenangkan oleh partainya, yaitu
           the  Democratic-Republican  Party.  Karena  hasil  manipulasi  dari  dapil
           tersebut  mirip  hewan  Salamander,  maka  kalangan  Partai  Federalist
           menyebut praktek ini sebagai gerrymandering.


           Sebagaimana  dijelaskan  oleh  Surbakti,  Supriyanto  dan  Asy’ari  (2011),
           beberapa ahli pemilu menawarkan rumus untuk menentukan jumlah kursi
           di lembaga legislatif, yaitu S = P 1/3 untuk negara maju (S adalah jumlah
           kursi dan P adalah jumlah populasi) dan Pa = PLW untuk negara sedang
           berkembang  (Pa  adalah  penduduk  aktif,  P  adalah  jumlah  penduduk,  L
           adalah  persentase  penduduk  melek  huruf,  dan  W  adalah  persentase
           penduduk usia kerja). Selain itu, secara lebih umum, terdapat dua metode
           untuk menetapkan jumlah kursi di lembaga legislatif, baik di tingkat pusat
           maupun  di  tingkat  daerah.  Pertama  adalah  metode  kuota  satu  kursi
           (jumlah  kursi  mengikuti  jumlah  penduduk  sehingga  jumlah  kursi  sesuai
           dengan  proporsi  jumlah  penduduk).  Kedua  adalah  metode  penetapan
           jumlah kursi (fixed seats) (jumlah kursi telah ditentukan terlebih dahulu
           sehingga  jumlah  pemilih  di  setiap  dapil  mengikuti  persebaran  jumlah
           kursi).

           Secara  administrasi,  besaran  dapil  berpengaruh  terhadap  administrasi
           pemilu. Jika kursi yang disediakan di setiap dapil kecil, maka jumlah dapil
           akan  banyak  sehingga  jenis  surat  suara  juga  banyak.  Namun  demikian,
           pemilih diuntungkan karena surat suaranya berukuran kecil. Sebaliknya,
           jika jumlah kursi yang disediakan di setiap dapil banyak, maka jumlah dapil
           sedikit  sehingga  jenis  surat  suaranya  juga  sedikit.  Namun  demikian,
           pemilih dihadapkan pada surat suara yang sangat lebar.

     68     BAB 3 – SISTEM PEMILU
   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88   89