Page 2 - Bu Kek Siansu 01_Neat
P. 2
JILID1
Pagi itu bukan main indahnya di dalam hutan di lereng Pegunungan Jeng Hoa
San (Gunung Seribu Bunga). Matahari muda memuntahkan cahayanya yang
kuning keemasan ke permukaan bumi, menghidupkan kembali rumput-rumput
yang hampir lumpuh oleh embun, pohon-pohon yang lenyap ditelan kegelapan
malam, bunga-bunga yang menderita semalaman oleh hawa dingin menusuk.
Cahaya kuning emas membawa kehangatan, keindahan, penghidupan itu
mengusir halimun tebal, dan halimun lari pergi dari cahaya raja kehidupan itu,
meninggalkan butiran-butiran embun yang kini menjadi penghias ujung-ujung
daun dan rumput membuat bungabunga yang beraneka warna itu seperti dara-
dara muda jelita sehabis mandi, segar dan berseri-seri.
Cahaya matahari yang lembut itu tertangkis oleh daun dan ranting pepohonan
hutan yang rimbun, namun kelembutannya membuat cahaya itu dapat juga
menerobos di antara celahcelah daun dan ranting sehingga sinar kecil memanjang
yang tampak jelas di antara bayang-bayang pohon meluncur ke bawah, di sana
sini bertemu dengan pantulan air membentuk warna pelangi yang amat indahnya,
warna yang dibentuk oleh segala macam warna terutama oleh warna dasar merah,
kuning dan biru. Indah! Bagi mata yang bebas dari segala ikatan, keindahan itu
makin terasa, keindahan yang baru dan yang senantiasa akan nampak baru
biarpun andaikata dilihatnya setiap hari Sebelum cahaya pertama yang
kemerahan dari matahari pagi tampak, keadaan sunyi senyap.
Yang mula-mula membangunkan hutan itu adalah kokok ayam hutan yang
pendek dan nyaring sekali, kokok yang tibatiba dan mengejutkan, susul menyusul
dari beberapa penjuru. Kokok ayam jantan inilah yang menggugah para burung
yang tadinya diselimuti kegelapan malam, menyembunyikan muka ke bawah
selimut tebal dan hangat dari sayap mereka, kini terjadilah gerakan-gerakan hidup
di setiap pohon besar dan terdengar kicau burung yang sahut-menyahut,
1