Page 53 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 29 OKTOBER 2019
P. 53

perlu dapat pesangon haruslah jelas. Selama ini, pekerja yang terkena pemutusan
               hubungan kerja (PHK) menuntut pesangon meskipun PHK terjadi akibat kesalahan si
               pekerja.

               "Dia berbuat salah dia yang dapat ganti rugi. Kan sebetulnya eng gak gitu . Kalau di
               luar negeri kan clear, misalnya dia salah karena karena enggak perform , kalau
               keluar ya tanpa pesangon. Meskipun enggak ada pesangon kan sudah ada
               tunjangan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan segala macam itu bisa dia nikmati."
               Tidak hanya upah dan pesangon, hari/waktu kerja sebagaimana yang diatur dalam
               pasal 77 tentang waktu kerja dan pasal 64-66 UU 13/2003 tentang alih daya juga
               harus dibenahi.

               Menurutnya, definisi dari alih daya harus diperjelas. Sebab, banyak pihak yang
               berlomba menjadi perusahaan alih daya, tetapi lepas tanggung jawab jika
               menyangkut soal pesangon.

               "Harusnya perusahaan itu yang ditangkap dan dihukum. Pengusaha outsourcing
               juga bertanggung jawab pada kredibilitas kalau pekerja itu dikeluarkan. Kalau
               seperti ini, nanti orang tinggal pilih, mau memilih pakai robot padahal banyak
               pengangguran atau outsourcing -nya yang dibenahi." Kemudian, imbuhnya, soal
               kontrak kerja. Dalam pasal 56 UU 13/2003 ayat 1 disebutkan perjanjian kerja dibuat
               untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu, sedangkan pada ayat (2)
               disebutkan perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat
               (1) didasarkan atas jangka waktu, atau selesainnya suatu pekerjaan tertentu.

               Menurutnya, perlu ada aturan jelas soal kontrak kerja. Sebab, hal tersebut dianggap
               tidak fair jika ada pekerja yang terus menerus dikontrak. "Kan eng gak adil dong.

               M asak sudah sekali kontrak, terus kontrak kedua, ketiga, itu harus jelas sih KPI-
               nya." MENGURANGI KESEJAHTERAAN Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja (ASPEK)
               Mirah Sumirat mengakui bahwa pihaknya bersikukuh menolak revisi UU 13/2003.
               Alasanya, usulan pengusaha dianggap mengurangi kesejahteraan para
               pekerja/buruh.

               "Karena memang ternyata setelah mendengar, mendengar yah, kami belum baca
               drafnya karena mereka eng gak pernah kasih. Itu lebih banyak menurunkan kualitas
               kehidupan para pekerja," kata Mirah.

               Namun, dia mengaku setuju jika UU Ketenagakerjaan ditinjau kembali lantaran ada
               banyak putusan Mahkamah Konstitusi yang kemudian di addendum dalam undang-
               undang 13/2003.

               Dalam hal ini, Mirah mengatakan revisi UU ketenagakerjaan haruslah dilakukan
               secara menyeluruh, tidak sepotong-sepotong dan melibatkan banyak pemangku
               kepentingan. Bukan hanya pengusaha, serikat pekerja dan pemerintah, tetapi juga
               perlu mengundang akademisi yang ahli di bidangnya.




                                                       Page 52 of 103.
   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58