Page 54 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 29 OKTOBER 2019
P. 54
Mirah menuturkan ada beberapa hal yang ditolak oleh serikat pekerja.
Pertama , soal upah. Selama ini pengusaha ingin agar kenaikan upah tidak terjadi
setiap tahun melainkan 2 tahun sekali atau lebih dari 2 tahun.
"Intinya kami menolak kalau menurunkan kesejahteraan pekerja. Namun, kalau
jaminan sosial pekerja akan ditanggung semua seperti jaminan kesehatan itu
digratiskan, pendidikan juga, jaminan pensiun, subsidi rumah yang murah dan
transportasi publik yang murah kalau bisa digratiskan, ya tidak ada masalah sih
menurut saya kalau soal pesangon/upah direvisi." Dia mengatakan penyebab
mengapa investor enggan masuk ke Indonesia sebetulnya bukan disebabkan oleh
persoalan upah, melainkan sistem birokrasi dan tingkat korupsi yang cukup tinggi.
Kedua , soal pesangon. Menurutnya, para pengusaha cenderung menghilangkan hak
pesangon pekerja. "Kalau versinya pengusaha kan itu mengurangi, dari 9 kali gaji
misalnya kemudian jadi 6 kali." Ketiga , terkait dengan status karyawan kontrak. Dia
mengatakan para pengusaha ingin kontrak karyawan bisa diperpanjang lebih dari 5
tahun.
"Mereka [pengusah] juga minta ke pemerintah, mengajukan usulan memperluas
posisi-posisi tenaga kerja asing. Tidak hanya itu, mereka juga minta revisi soal alih
daya. Ini sekarang minta diperluas, artinya ini sebuah kemunduran dan kami
khawatir masa depan pekerja. Jadi itu yang kami tolak." Terakhir , hak cuti haid. Dia
menduga dalam revisi tersebut, para pengusaha ingin menghapuskan hak cuti haid
bagi pekerja perempuan. Padahal, imbuhnya, hak cuti haid adalah amanah/imbauna
dari ILO.
Menanggapi perselisihan perihal revisi UU tersebut, pengamat ketenagakerjaan,
Payaman Simanjutak mengatakan UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
memang sudah sangat perlu disempurnakan atau direvisi.
Alasannya; pertama, Mahkamah Konstitusi sudah melakukan belasan amandemen.
Setiap amandemen harus disesuaikan dengan Undang-undang.
"Dengan amandemen tersebut, sudah banyak yang bolong dalam UU 13/2003.
Artinya sudah banyak kekosongan hukum. Beberapa peraturan pelaksanaannya,
sudah tidak mempunyai landasan hukum yang sesuai lagi," katanya.
Kedua, UU tersebut sudah berusia 16 tahun, sehingga sudah terdapat beberapa hal
yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan teknologi digital sekarang ini.
Ketiga, untuk mengakomodasikan kompromi dulu, terdapat beberapa hal yang tidak
konsisten dalam UU No. 13/2003 tersebut, sehingga sekarang sukar dilaksanakan.
"Karena itu, semua stakeholders perlu sama-sama melakukan evaluasi untuk
menentukan apa yang harus direvisi dan merekomendasikan penyempurnaannya."
Page 53 of 103.