Page 44 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 10 JUNI 2020
P. 44

-  Himpunan  Pengusaha  Jasa  Penempatan  Tenaga  Kerja  Indonesia  (HIMSATAKI)  meyoroti
              pelaksanaan teknis operasional sistem pelindungan dan penempatan Pekerja Migran Indonesia
              (PMI). Karena itu, organisasi yang diketuai oleh Tegap Hardjadmo itu meminta Kepala Badan
              Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Ramdhani melakukan sinkronisasi dengan
              Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).

              Sebelumnya, dua asosiasi yakni Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI) dan
              Asosiasi Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (ASPATAKI) mendukung kebijakan
              Benny Ramdhani, untuk melaksanakan amanat UU 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI,
              khususnya tentang pembiayaan.

              Dalam UU itu Pada Pasal 30 ayat 1 disebutkan, Pekerja Migran Indonesia tidak dapat dibebani
              biaya  penempatan.  Sementara  ayat  2  disebutkan,  ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  biaya
              penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Badan.

              Tegap  menjelaskan,  sikap  dari  HIMSATAKI  bukan  tidak  mendukung  atas  kebijakan  Kepala
              BP2MI tersebut, akan tetapi ia menilai, sebagaimana tertera dalam penjelasan Undang-Undang
              Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, frasa Pasal 30 adalah
              cukup jelas.

              "Hal tersebut bermakna bahwa pembentuk undang-undang menganggap rumusan norma dalam
              batang  tubuh  tidak  perlu  diperjelas  lagi  karena  dianggap  sudah  jelas,"  kata  Tegap  dalam
              keterangan tertulisnya pada , Selasa (9/6).

              Menurut Tegap, tidak ada salahnya BP2MI melihat dan mencari referensi tentang dokumen-
              dokumen pembahasan, naskah akademik, atau sistematika undang-undang berkenaan pasal
              tersebut agar tidak terjadi salah penafsiran atas pasal tersebut.
              Karena dalam penafsirannya, UU tersebut secara logika berada dan saling berhubungan antara
              satu dengan lainnya, yakni mewujudkan kesatuan yang melahirkan pendelegasian kewenangan
              untuk  mengatur  lebih  lanjut  sesuatu  hal  dengan  Peraturan  Pemerintah, Peraturan  Presiden,
              Peraturan Menteri dan Peraturan Badan yang tujuannya adalah melindungi PMI atau calon PMI
              dan keluargaya sebagai subjek, dan bukan objek.

              "Karena  itu  tidak  ada  salahnya  BP2MI  melakukan  sinkronisasi  dan  harmonisasi  dengan
              kementerian terkait dalam pelaksanaan dari UU tersebut," tuturnya.
              Lebih  lanjut,  Tegap  berharap,  kebijakan  yang  dikeluarkan  dalam  penyelengaraan  dan
              pelaksanaan UU tersebut berjalan cepat, berintegritas, netral, transparan dan akuntabel.

              "Karena  pada  prinsipnya  HIMSATAKI  mendukung,  namun  perlu  disertai  evaluasi  dan  audit
              terhadap proses penempatan dan perlindungan yang berjalan saat ini," ujarnya.

              Menuturnya, mempertimbangkan bahwa masing-masing negara penempatan memiliki kebijakan
              yang berbeda terkait pembebanan biaya rekrutmen bagi pemberi kerja serta persaingan dengan
              negara pengirim lainnya.

              "Seperti jenis jabatan pekerjaan bagi calon PMI yang berbeda struktur biayanya, berbeda antara
              bekerja  kepada  perseorangan  dan  badan  hukum,  berbeda  antara  low  skill,  semi-skilled  dan
              skilled," urainya.

              Ia juga mendeesak ada transparansi dalam menyusun biaya penempatan sehingga pembebanan
              biaya kepada siapapun dianggap adil..



                                                           43
   39   40   41   42   43   44   45   46   47   48   49