Page 122 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 OKTOBER 2020
P. 122
Hal ini akan mengakibatkan adanya pelanggaran Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 ayat (2), di mana tenaga listrik yang merupakan cabang produksi
yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak tidak lagi dikuasai negara.
Imbasnya berpotensi akan mengakibatkan kenaikan tarif listrik ke masyarakat.
"Kami sudah berkali-kali menyampaikan kepada pihak-pihak terkait akan dampak buruk yang
ditimbulkan jika omnibus law dilakukan. Tetapi aspirasi dan masukan yang kami sampaikan
hanya masuk telinga kiri dan keluar telinga tangan. Sebelumnya Para Wakil Rakyat telah berjanji
akan menjadikan putusan MK sebagai pegangan dalam penyusunan UU Cipta Kerja, tapi
nyatanya dalam pembahasan Subklaster Ketenagalistrikan janji tersebut terlupakan," kata
Kuncoro dalam keterangannya, Selasa (6/10).
Kuncoro memaparkan ancaman omnibus law terhadap sektor ketenagalistrikan di Indonesia
adalah: 1. Peran DPR yang dihapuskan adalah hak dalam konsultansi Rencana Umum
Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) yang mengakibatkan: a. Aspirasi masyarakat dan peran
masyarakat dalam pembangunan ketenagalistrikan nasional, tidak tersalurkan sehingga
perencanaan-perencanaan ketenagalistrikan berpotensi hanya untuk kepentingan dan
keuntungan bagi pihak-pihak tertentu.
b. RUKN sangan berperan penting penentuan harga listrik karena terkait dengan jenis energi
primer yang digunakan dalam pembangkit tenaga listrik, karena harga listrik ditentukan 70
persen dari jenis energi primernya. Oleh karena itu campur tangan para wakil tangan dalam
kebijakan energi primer menjadi sangat penting dalam Pembahasan RUKN. Pada ujungnya tarif
listrik akan berdampak juga terhadap ekonomi masyarakat.
c. Inti dari dihapusnya peran DPR dalam konsultansi Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional
menyalahi prinsip check and balance dalam melaksanakan kegiatan bernegara di Indonesia 2.
Kembali dimasukkannya Pasal 10 Ayat (2) terkait Unbundling sektor pembangkitan, transmisi,
distribusi, dan penjualan juga Pasal 11 Ayat (1) yang memperbolehkan badan usaha swasta
dalam penyediaan listrik untuk kepentingan mengakibatkan: a. Menyalahi keputusan Mahkamah
Konstitusi berdasarkan Putusan MK No. 111/PUU-XIII/2015 bahwa Ketentuan Pasal 10 Ayat (2)
dan Pasal 11 Ayat (1) tersebut tidak memiliki kekuatan Hukum.
b. Pertimbangan MK dalam putusan tersebut adalah bahwa ketentuan-ketentuan Pasal 10 Ayat
(2) dan Pasal 11 Ayat (1) tersebut menghilangkan fungsi kontrol negara dalam usaha penyediaan
listrik untuk kepentingan umum yang menjadi kebutuhan vital masyarakat Indonesia dan
hilangnya kedaulatan energi bagi negara.
c. Munculnya potensi memperburuk kondisi ketenagalistrikan saat ini yang telah mengalami
kelebihan pasokan listrik (oversupply) dan besarnya kewajiban pembayaran take or pay kepada
pembangkit listrik swasta (TOP IPP).
"Oleh karena itu, serikat pekerja di sektor ketenagalistrikan meminta omnibus law yang sudah
disahkan segera dibatalkan. Terlebih lagi, beleid ini ditolak oleh banyak elemen masyarakat.
Tidak hanya buruh, tetapi juga mahasiswa, petani, nelayan, masyarakat adat, akademisi,
penggiat HAM, dan sebagainya," tegasnya.
Dia meminta, presiden harus mengambil sikap tegas untuk mengeluarkan PERPPU yang
menunda pemberlakuan Omnibus Law UU Cipta Kerja sampai batas waktu yang tidak ditentukan,
hal itu untuk kepentingan rakyatnya sendiri.
UU Cipta Kerja Sarat Praktik Eksploitasi Wakil Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia
(KPBI), Jumisih, mengatakan pengesahan UU Cipta Kerja dianggap terlalu cepat dan sangat
merugikan buruh di tengah kondisi terjadi sekarang ini.
121