Page 121 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 OKTOBER 2020
P. 121
Berikut poin-poin dalam UU Cipta Kerja yang ditolak oleh elemen buruh.
Poin-Poin yang Ditolak :
1. UU Cipta Kerja sarat dengan semangat fleksibilitas yang memastikan penurunan perlindungan
terhadap pekerja.
2. Dihapuskannya syarat PKWT maksimal 3 tahun dan sekali perpanjangan PKWT, dan
dibebaskannya outsourcing.
"Ini akan memastikan semakin banyak pekerja yang diperlakukan dengan sistem PKWT dan
outsourcing." "Seperti kita ketahui bersama pekerja PKWT dan outsourcing adalah pekerja yang
rentan dilanggar hak-hak normatifnya seperti upah minimum (termasuk upah lembur) dan
jaminan sosial."
3. Dalam UU Cipker, upah minimum propinsi menjadi wajib ditetapkan oleh Gubernur, sementara
upah minimum kabupaten/kota menjadi tidak wajib (menggunakan kata dapat).
"Hal ini akan mereduksi nilai upah sehingga mengancam penurunan kesejahteraan dan daya beli
pekerja."
4. Prosedur dan mekanisme PHK yang lebih dilonggarkan serta kompensasi PHK yang direduksi
dengan dihilangkannya ketentuan 15 persen uang penggantian hak.
5. Dihapuskannya ketentuan tentang alasan dan perhitungan kompensasi PHK di berbagai pasal
di UU No. 13 Tahun 2003 yang akan diatur di dalam Peraturan Pemerintah (PP) merupakan
bagian dari proses menurunkan tingkat perlindungan pekerja ketika mengalami PHK.
"Easy hiring, easy firing sangat terasa dalam UU ini."
6. Dipermudahnya penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA).
7. Jam kerja yang lebih fleksibel serta Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang akan
menurunkan imbal hasil JHT buruh.
"Ini adalah bagian dari penurunan kesejahteraan buruh dan keluarganya. UUD 1945 secara tegas
mengamanatkan bahwa hak rakyat adalah mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan serta hak mendapatkan jaminan sosial."
"Sehingga seluruh ketentuan material UU Cipta Kerja merupakan bentuk pelanggaran terhadap
hak konstitusional rakyat pekerja/buruh dan keluarganya." Presiden Konfederasi Serikat Pekerja
Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengatakan pihak buruh meminta agar tetap ada UMK tanpa syarat
dan tidak menghilangkan UMSK, nilai pesangon tidak berkurang, tidak boleh ada PKWT atau
karyawan kontrak seumur hidup serta tidak boleh ada outsourcing seumur hidup.
Tidak hanya itu para buruh menyerukan agar waktu kerja tidak boleh eksploitatif, cuti dan hak
upah atas cuti tidak boleh hilang, karyawan kontrak dan outsourcing harus mendapat jaminan
kesehatan dan pensiun.
"Sementara itu, terkait dengan PHK, sanksi pidana kepada pengusaha, dan TKA harus tetap
sesuai dengan isi UU No. 13 Tahun 2003," tegasnya seperti dikutip dari Antara.
Poin Penolakan Serikat Pekerja Ketenagalistrikan Ketua Umum Persatuan Pegawai PT Indonesia
Power (PP Indonesia Power), PS Kuncoro, menyampaikan, Omnibus Law berpotensi melanggar
tafsir konstitusi, terutama dalam Subklaster Ketenagalistrikan. Di mana putusan MK No.
111/PUU-XIII/2015, tidak digunakan sebagai rujukan pada UU Cipta Kerja.
120