Page 18 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 OKTOBER 2020
P. 18
Dalam penyusunannya, kata dia, publik kesulitan memberikan masukan karena tertutupnya
akses terhadap draft RUU Cipta Kerja. Akses publik terhadap dokumen RUU ini pun baru tersedia
pasca RUU tersebut selesai dirancang oleh pemerintah dan kemudian diserahkan kepada DPR.
DPR dan pemerintah, lanjutnya, tetap melanjutkan pembahasan RUU kontroversial ini di tengah
pandemi Covid-19. Rapat-rapat pembahasan diselenggarakan secara tertutup dan
perkembangan pembahasan draft tidak didistribusikan kepada publik. "Minimnya keterbukaan
dan partisipasi publik membuat draft RUU Cipta Kerja rawan disusupi oleh kepentingan tertentu
yang hanya menguntungkan segelintir pihak saja," terang dosen FH UGM ini.
Secara substansi RUU Cipta Kerja mengarah pada sentralisasi kekuasaan yang rentan terhadap
potensi korupsi. RUU Ini memberikan kewenangan yang besar kepada pemerintah pusat yang
dapat mengurangi desentralisasi di Indonesia. Sentralisasi yang berlebihan rentan terhadap
potensi korupsi, salah satunya karena akan semakin minimnya pengawasan.
"Pemusatan kewenangan pada presiden (presiden heavy) dapat menyisakan persoalan
bagaimana memastikan kontrol presiden atas kewenangan itu,"tegasnya. Lebih lanjut dia
menyampaikan, dalam RUU Cipta Kerja ini terdapat potensi penyalahgunaan wewenang pada
ketentuan diskresi.
Sebab, dalam RUU ini menghapus persyaratan "tidak bertentangan dengan UU" yang
sebelumnya ada dalam UU Administrasi Pemerintah. Hal tersebut membuat lingkup diskresi
menjadi sangat luas dan rentan terhadap penyalahgunaan. Terlebih Indonesia belum memiliki
pedoman yang jelas dalam menentukan batasan diskresi.
Dia mengatakan bahwa RUU Cipta Kerja bukan solusi atas persoalan regulasi yang ada di
Indonesia. Banyak pendelegasian wewenang yang terdapat dalam RUU ini tidak mencerminkan
simplifilkasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan.
17