Page 187 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 OKTOBER 2020
P. 187
PRO-KONTRA BERLANJUT
Rancangan Undang Undang Cipta Kerja masih menuai polemik. Keselamatan masyarakat dan
stabilitas politik menjadi hal krusial yang mesti diperhatikan dalam polemik ini. Polemik seputar
Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat untuk
disahkan jadi undang-undang terus berlanjut.
Unjuk rasa untuk menolak peraturan itu, karena antara lain dinilai memangkas hak-hak buruh,
teijadi di sejumlah daerah. Petisi daring yang menolak peraturan itu dan menuntut dibukanya
kembali ruang partisipasi publik juga muncul di dunia maya. Di sisi lain, pemerintah menyatakan,
semangat dari RUU itu adalah memperluas penyediaan lapangan kerja. Pemerintah pun segera
menuntaskan penyusunan peraturan pelaksana dari RUU itu agar dapat segera diberlakukan.
Keselamatan masyarakat di tengah pandemi Covid-19 dan stabilitas politik menjadi hal penting
di tengah berbagai polemik RUU Cipta Kerja. Terkait hal itu, empati dan komunikasi di antara
berbagai pihak yang terkait RUU itu amat dibutuhkan. Pada saat yang sama, penyelesaian secara
hukum, seperti melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK), juga dapat menjadi solusi.
Uji materi
Terkait kemungkinan uji materi ke MK, Ketua Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat (PP)
Muhammadiyah Trisno Rahaijo, Selasa (6/10/2020), mengatakan sedang mempelajari isi RUU
Cipta Kerja yang pada Senin lalu disetujui DPR untuk disahkan menjadi UU. Dengan demikian,
apabila suatu saat PP Muhammadiyah ingin mengajukan uji materi ke MK, pihaknya telah siap
membuat materi. "Kami pun siap bergabung dengan kelompok masyarakat sipil lain yang ingin
melakukan uji materi," kata Trisno.
Wakil Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia Jumisih menyatakan, pihaknya juga
berencana melakukan uji materi. Langkah itu akan dimatangkan bersama tim hukum Gerakan
Buruh Bersama Rakyat. Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya mengatakan, uji materi
merupakan hak warga negara yang harus dihargai. "Sejak 2003, Indonesia memiliki MK sebagai
penjaga tegaknya konstitusi. Jika pihak tertentu menilai bahwa sebuah UU bertentangan dengan
konstitusi, UU itu dapat diajukan pengujiannya baik secara materiil maupun formil. Begitu juga
dengan RUU Cipta Kerja ini," katanya.
Menurut pengajar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar,
pengujian ke MK merupakan salah satu solusi untuk menguji konstitusionalitas ataupun
mengoreksi UU Cipta Kerja. Namun, selain cara itu, masih ada cara lain yang dapat ditempuh,
yakni meminta ketegasan sikap presiden dan melakukan aksi-aksi sosial.
"Presiden masih dapat bersikap terhadap UU Cipta Kerja ini. Sekalipun ini usulan pemerintah,
presiden dapat saja bersikap untuk tidak mau menandatangani UU Cipta Kerja ini. Cara ini
setidaknya menunjukkan sikap presiden yang tetap mendengarkan aspirasi publik," ujar Zainal.
Selain itu, gerakan sosial seperti unjuk rasa dapat dilakukan oleh publik. Namun, pande-mi Covid-
19 dapat menjadi kendala gerakan ini.
Unjuk rasa
Unjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja, kemarin, antara lain terjadi di depan Gedung DPRD Jawa
Barat di Kota Bandung sekitar pukul 13.00. Setelah menggelar orasi dan aksi teatrikal, massa
yang sebagian besar mahasiswa ini bergerak melintasi Jalan Cikapayang, jalan layang Pasupati,
Jalan Ci-hampelas, memutar ke Jalan Wastukencana, dan kembali ke DPRD Jabar.
Dalam aksi yang awalnya damai ini tiba-tiba muncul kericuhan sekitar pukul 19.00. Beberapa
fasilitas umum menjadi sasaran amuk massa, seperti pembatas jalan dan pagar gedung DPRD.
Satu mobil milik Kepolisian Resor Kota Besar Bandung ikut dirusak.
186