Page 243 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 OKTOBER 2020
P. 243
Demikian juga halnya dengan para buruh/serikat buruh tidak mengedepankan arogansi sosial
dalam aksi mogok yang berpotensi akan menambah masalah. Karena selain produksi terhenti,
juga yang mogok akan mendapat sanksi dari pengusaha. Sementara situasi keuangan negeri ini
sedang resesi.
Catatan kritis
Pada Agustus-September 2020, terdapat beberapa kesepakatan antara 16 serikat buruh dengan
DPR tentang RUU Cipta Kerja, antara lain: (1) Mendasarkan materi muatan klaster
ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja dengan putusan Mahkamah Konstitusi.
Ada delapan putusan MK menyangkut ketenagakerjaan yaitu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKYVT), upah, pesangon, hubungan kerja, PHK, penyelesaian perselisihan hubungan industrial,
jaminan sosial, dan materi muatan lain yang terkait dengan putusan MK; (2) Mengembalikan
sanksi pidana ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja sesuai ketentuan UU Nomor 13 Tahun
2003 dengan proses yang dipertimbangkan secara saksama; (3) Berkenaan dengan hubungan
ketenagakerjaan yang lebih adaptif terhadap perkembangan industri, pengaturannya dapat
dimasukkan di dalam RUU Cipta Kerja dan terbuka terhadap masukan publik; (4) Fraksi-fraksi
akan memasukkan poin-poin materi substansi yang disampaikan serikat pekerja/serikat buruh
ke dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).
Dengan adanya kesepakatan tersebut dan secara transparan disampaikan kembali ke publik
tentang perubahannya, tentu aksi mogok tidak akan terjadi. Alih-alih komunikasi terbuka dan
transparan dari semua pihak menjadi prasyarat penting dalam negosiasi ataupun dalam
merumuskan satu kebijakan.
Hak mogok
Aksi mogok buruh pada dasarnya tidak dilarang, karena merupakan hak mereka, sesuai Pasal
137 UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang menegaskan bahwa mogok kerja sebagai
hak dasar pekerja/-buruh dan serikat pekerja/-buruh dilakukan secara sah, tertib, dan damai
sebagai akibat gagalnya perundingan.
Namun perlu dipahami, gerakan mogok merupakan tindakan pamungkas para buruh di saat
bargaining po-sition antara pengusaha, buruh, dan pemerintah mengalami berbagai kendala di
setiap langkah menyelesaikan perselisihan/konflik industrial.
Namun tak jarang juga, aksi mogok menjadi ajang seremonial dan euforia politik yang
berlebihan, alih hanya untuk mencari perhatian dan sensasi. Sementara efek mogok kerja tak
diperhitungkan dengan matang dan terukur.
Termasuk mogok nasional di saat Indonesia pertumbuhan ekonominya pada kuartal II/2020
tercatat minus 5,32 persen. Balikan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan
(Kemenkeu) Febrio Kacaribu yang dilansir berbagai sumber mengungkapkan, Indonesia sudah
masuk resesi, yang sudah terjadi sejak awal kuartal I/2020.
Kita paham, manakala proses dialog, diskusi, negosiasi, dan lobi antara para pelaku produksi
berlangsung, komunikasi yang jujur, terbuka dan transparan menjadi modal sosial yang sangat
penting, tentunya dengan "bahan bakar bahagia untuk maju dan sejahtera bersama", dan
tentunya semua persoalan yang muncul akan segera dapat diatasi.
Kemitraan dalam produksi yang menuntut tingkat produktivitas kaum buruh lebih tinggi,
seringkali tidak berbanding lurus dengan kemitraan dalam profit dan atau benefit yang dirasakan
kaum buruh.
242