Page 60 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 OKTOBER 2020
P. 60

OMNIBUS LAW UU CIPTA KERJA, KEINGINAN JOKOWI YANG JADI NYATA..

              JAKARTA,  -  Keinginan  Presiden  Joko  Widodo  untuk  menerbitkan  Omnibus  Law  yang  dapat
              merevisi  banyak  undang-undang  sekaligus  akhirnya  terwujud  melalui  disahkannya  UU  Cipta
              Kerja. Jika melihat ke belakang, keinginan Presiden Jokowi ini sudah disampaikan sejak ia dilantik
              bersama Ma'ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden RI 2019-2024, pada 20 Oktober 2019
              lalu.

              Dalam  pidatonya  usai  pelantikan,  Presiden  Jokowi  menyoroti  tumpang  tindih  pada  berbagai
              regulasi yang menghambat investasi serta pertumbuhan lapangan pekerjaan. Oleh karena itu,
              Presiden Jokowi menyampaikan niatnya untuk mengajak DPR menyusun Omnibus Law, sebuah
              UU sapu jagat yang bisa merevisi banyak UU.

              "Puluhan  undang-undang  yang  menghambat  penciptaan  lapangan  kerja  langsung  direvisi
              sekaligus," kata Kepala Negara saat itu.

              Tidak  lama  setelah  pidato  itu,  Presiden  Jokowi  langsung  memerintahkan  jajarannya  untuk
              membuat  draf  Omnibus  Law  Rancangan  Undang-Undang  Cipta  Lapangan  Kerja.  Saat
              penyusunan  draf  masih  berjalan  di  tingkat  pemerintah,  Presiden  Jokowi  bahkan  sudah
              menyampaikan harapannya ke DPR agar bisa merampungkan pembahasan RUU ini dalam 100
              hari.
              "Saya  akan  angkat  jempol,  dua  jempol,  kalau DPR  bisa  selesaikan  ini  dalam  100  hari,"  ujar
              Presiden Jokowi dalam pertemanan tahunan industri keuangan 2020, pada pertengahan Januari.

              Pada 12 Februari 2020, draf RUU Cipta Kerja yang disusun oleh pemerintah akhirnya rampung.
              Pemerintah  mengklaim  penyusunan  RUU  tersebut  sudah  melibatkan  berbagai  pemangku
              kepentingan, termasuk pengusaha dan buruh .

              Melalui  Menteri  Koordinator  Perekonomian  Airlangga  Hartarto  dan  Menteri  Tenaga  Kerja  Ida
              Fauziah, draf RUU tersebut diserahkan kepada DPR. Pemerintah sempat mengubah nama RUU
              itu menjadi RUU Cipta Kerja. Kata 'lapangan' dalam penamaan sebelumnya diputuskan untuk
              dihapus.

              RUU ini kemudian mulai dibahas DPR pada 2 April 2020 dalam Rapat Paripurna ke-13.

              Sejak awal, RUU ini langsung mendapat penolakan dari sejumlah kalangan, khususnya kaum
              buruh. Sebab, banyak aturan yang dianggap bisa memangkas hak buruh dan menguntungkan
              pengusaha.  Pada  24  April,  Presiden  Jokowi  mengumumkan  pemerintah  dan  DPR  menunda
              pembahasan RUU Cipta Kerja khusus untuk klaster ketenagakerjaan.

              Keputusan  diambil  untuk  merespons  tuntutan  buruh  yang  keberatan  dengan  sejumlah  pasal
              dalam klaster tersebut. Sebelum mengumumkan keputusan tersebut, Presiden Jokowi diketahui
              sempat bertemu dengan tiga pimpinan serikat buruh.

              "Penundaan  ini  untuk  memberikan  kesempatan  ke  kita  untuk  mendalami  lagi  substansi  dari
              pasal-pasal yang terkait dan juga untuk mendapatkan masukan-masukan dari para pemangku
              kepentingan," kata Presiden Jokowi.

              Dengan keputusan penundaan tersebut, maka buruh pun membatalkan aksi unjuk rasa besar-
              besaran. Klaster Ketenagakerjaan akhirnya kembali dibahas oleh DPR dan pemerintah pada 25
              September.
              Setelah itu pembahasan RUU Cipta Kerja di DPR terus dikebut. Proses pembahasannya relatif
              berjalan mulus. Untuk meloloskan RUU Cipta Kerja menjadi UU, anggota dewan sampai rela



                                                           59
   55   56   57   58   59   60   61   62   63   64   65