Page 61 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 OKTOBER 2020
P. 61
melakukan rapat maraton. Selama sekitar tujuh bulan pembahasan, rapat dilakukan sebanyak
64 kali, termasuk pada dini hari, akhir pekan, hingga saat reses.
Pembahasan selesai dan akhirnya RUU ini dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan sebagai
UU, pada Senin (5/10/2020). Para buruh pun melakukan aksi untuk menolak pengesahan
tersebut. Satu jam sebelum rapat paripurna dimulai, Presiden Jokowi sempat menerima dua
pimpinan serikat buruh ke Istana, yakni Presiden KSPI Said Iqbal beserta Presiden KSPSI Andi
Gani.
Kedua pentolan buruh tersebut mengutarakan sejumlah pasal yang dinilai merugikan buruh
sehingga pengesahan RUU Cipta Kerja harus ditunda. Rapat paripurna pengesahan RUU Cipta
Kerja menjadi UU tetap dilaksanakan di Gedung DPR. Dalam rapat pengesahan itu, Fraksi Partai
Demokrat dan PKS tetap pada sikapnya untuk menolak RUU sapu jagat itu.
Namun, suara dua fraksi tersebut kalah oleh tujuh fraksi lainnya yang mendukung RUU ini
disahkan, yakni PDI-P, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PAN dan PPP. Meski sempat terjadi
interupsi dan walkout dari fraksi Demokrat, namun akhirnya RUU Cipta Kerja pun disahkan
menjadi UU.
Sementara di luar ruang sidang, buruh masih menggelar aksi unjuk rasa di berbagai daerah
untuk menolak pengesahan tersebut. UU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal ini disusun
dengan metode Omnibus Law. Oleh karena itu, pengesahan RUU Cipta Kerja tersebut akan
berdampak terhadap 1.203 pasal dari 79 UU yang terkait dan terbagi dalam 7.197 daftar
inventarisasi masalah.
Meski pembahasan klaster ketenegakerjaan sempat ditunda untuk menyerap aspirasi buruh,
namun UU yang telah disahkan tetap memuat berbagai pasal yang bisa memangkas hak pekerja.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, masih ada
sejumlah aturan yang ditolak buruh dalam UU Cipta kerja .
Pertemuannya dengan Presiden Jokowi pada menit-menit akhir tak mengubah keberadaan pasal-
pasal tersebut. Pertama, yakni menuntut upah minimum kota (UMK) serta upah minimum
sektoral kota (UMSK) tidak dihilangkan. Selain itu, buruh meminta nilai pesangon tidak
berkurang. Buruh juga menolak Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau karyawan kontrak
seumur hidup.
Kemudian, buruh juga menolak adanya outsourcing seumur hidup, waktu kerja yang eksploitatif
serta hilangnya cuti dan hak upah atas cuti. Lalu, buruh juga menuntut karyawan kontrak dan
outsourcing untuk mendapat jaminan kesehatan dan pensiun. "Sementara itu, terkait dengan
PHK, sanksi pidana kepada pengusaha, dan TKA harus tetap sesuai dengan isi UU Nomor 13
Tahun 2003," ujar Iqbal.
Merespon pengesahan UU Cipta Kerja, buruh pun menggelar mogok nasional selama tiga hari
dari 6-8 Oktober. Said Iqbal mengklaim aksi mogok nasional ini diikuti sekitar 2 juta buruh di 25
provinsi, yang berasal dari berbagai sektor industri.
Ia menyebut, mogok nasional dilakukan sesuai dengan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Selain itu, ada juga landasan Pasal 4 UU
No 21 Tahun 2000 yang menyebutkan fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan
dan melaksanakan pemogokan.
Dengan aksi mogok nasional, Said Iqbal pun sekaligus membantah bahwa ada transaksi politik
saat ia bertemu dengan Presiden Jokowi ke Istana Kepresidenan. Selain aksi mogok nasional,
elemen buruh tengah mempertimbangkan akan mengajukan uji materi terhadap UU Cipta Kerja
ke Mahkamah Konstitusi.
60