Page 64 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 OKTOBER 2020
P. 64

Dalam  penyusunannya,  publik  kesulitan  memberikan  masukan  karena  tertutupnya  akses
              terhadap draf RUU Cipta Kerja. Akses publik terhadap dokumen RUU ini baru tersedia setelah
              RUU tersebut selesai dirancang oleh pemerintah dan kemudian diserahkan kepada DPR.

              DPR dan pemerintah, kata dia, tetap melanjutkan pembahasan RUU kontroversial ini di tengah
              tengah  pandemi  Covid-19.  Rapat-rapat  pembahasan  diselenggarakan  secara  tertutup  dan
              perkembangan pembahasan draft tidak didistribusikan kepada publik.

              Menurutnya,  pembahasan  yang  terus  berlangsung  selama  pandemi  dan  dilakukan  tanpa
              partisipasi publik yang maksimal hanya semakin menunjukkan ketidakpedulian DPR terhadap
              suara dan masukan publik. "Minimnya keterbukaan dan partisipasi publik membuat draft RUU
              Cipta  Kerja  rawan  disusupi  oleh  kepentingan tertentu  yang  hanya  menguntungkan  segelintir
              pihak saja," terang dosen FH UGM ini.

              Dia menambahkan, RUU Cipta Kerja bukan solusi atas persoalan regulasi yang ada di Indonesia.
              Banyak pendelegasian wewenang yang terdapat dalam RUU ini tidak mencerminkan simplifikasi
              dan harmonisasi peraturan perundang-undangan.

              Secara substansi RUU Cipta Kerja mengarah pada sentralisasi kekuasaan yang rentan terhadap
              potensi korupsi. RUU ini, kata dia, memberikan kewenangan  yang besar kepada pemerintah
              pusat yang dapat mengurangi desentralisasi di Indonesia.
              Sentralisasi yang berlebihan rentan terhadap potensi korupsi, salah satunya karena akan semakin
              minimnya  pengawasan.  "Pemusatan  kewenangan  pada  presiden  (presiden  heavy)  dapat
              menyisakan persoalan bagaimana memastikan kontrol presiden atas kewenangan itu,"tegasnya.

              Dalam RUU Cipta Kerja ini terdapat potensi penyalahgunaan wewenang pada ketentuan diskresi.
              Hal  tersebut  membuat  lingkup  diskresi  menjadi  sangat  luas  dan  rentan  terhadap
              penyalahgunaan. Terlebih Indonesia belum memiliki pedoman yang jelas dalam menentukan
              batasan diskresi.






































                                                           63
   59   60   61   62   63   64   65   66   67   68   69