Page 49 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 21 DESEMBER 2020
P. 49
Seknas Jaringan Buruh Migran (JBM) Savitri Wisnuwardhani menilai apa yang dialami Martini
adalah imbas dari minimnya informasi yang para pekerja migran terima.
Sebetulnya UU 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) sudah memiliki
semangat perlindungan ketimbang UU sebelumnya. Masalahnya, "UU ini sifatnya umum
sehingga butuh kekhususan aturan turunan agar pemda bisa mewujudkan layanan tingkat
daerah." "Aturan turunan yang pokok seperti PP ABK, Atase, RPP Perlindungan, belum disahkan
hingga saat ini. Mandat UU PMI, kan, dua tahun disahkan," imbuhnya pada kesempatan yang
sama.
Pandemi Kikis Perlindungan PMI Lemahnya perlindungan PMI dikhawatirkan kian rentan saat
pandemi. Data JBM menunjukkan peningkatan kasus sebesar 61 persen pada 2020 ketimbang
tahun lalu, termasuk deportasi dan repatriasi PMI tanpa paspor serta penahanan hingga
menyebabkan trauma.
Selain itu, "dari 35 responden survei, hasil sementara menunjukkan kondisi PMI justru lebih
mengalami kerentanan dengan situasi kerja yang lebih buruk: beban kerja semakin berat,
pemotongan upah, tidak ada hari libur, dan sulit untuk berkumpul terutama berorganisasi." Para
PMI juga mengalami persoalan penempatan dalam masa pageblug ini. Setelah membuka kanal
aduan sepanjang tahun ini, SBMI mencatat 643 kasus masuk. 75,74 persen menunjukkan
penempatan non-prosedural. Penempatan non-prosedural tersebut kebanyakan dilakukan oleh
orang perseorangan, jumlahnya 59,14 persen. Sisanya, 40,86 persen, dilakukan oleh Perusahaan
Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) dan Perusahaan Penempatan Pelaut Awak Kapal.
Kebanyakan kasus dialami perempuan. Persentasenya mencapai 53,6 persen, sedangkan laki-
laki 46,35 persen.
Sekretaris Jenderal SBMI Bobi Anwar, dalam kesempatan yang sama, mengatakan pemerintah
"harus lebih kencang lagi [mengawasi] di penempatan karena non-prosedural lebih banyak."
Bobi mendesak pemerintah merevitalisasi seluruh layanan migrasi kerja, baik pra keberangkatan,
selama, dan setelah pemulangan dengan menggunakan pendekatan HAM dan responsif gender.
Buruh Migran Ketua Solidaritas Perempuan Dinda Yura pendekatan yang sadar gender penting
karena terutama perempuan rentan mengalami kekerasan, pelanggaran hak, dan pemiskinan.
Perempuan PMI juga rawan menjadi korban TPPO lantaran sistem migrasi berjalan tanpa
perlindungan.
"Situasi buruh migran diperparah penanganan pandemi yang tidak berorientasi HAM dan arah
kebijakan negara yang lebih mementingkan omnibus law untuk kepentingan investasi daripada
kebijakan yang dibutuhkan PMI dan keluarganya, seperti aturan turunan UU PPMI, dan RUU
Perlindungan Pekerja Rumah Tangga," ujar Dinda dalam kesempatan yang sama.
Untuk itu Dinda berharap pemerintah segera mengimplementasikan konvensi migran dan UU
PPMI dengan merombak paradigma komodifikasi menjadi orientasi Hak Asasi Manusia dan Hak
Asasi Perempuan.
Reporter Tirto telah berupaya meminta komentar soal upaya perlindungan pemerintah terhadap
PMI selama pandemi kepada Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI)
Benny Rhamdani. Benny hanya merespons dengan gambar berisi peraturan pelaksana dari UU
18/2017.
48